Minggu, 20 Januari 2013

DEFINISI MALAM MENURUT AL QUR'AN


PENDAHULUAN
Penulis sudah membahas definisi malam menurut Al Qur’an dalam makalah berjudul ”Waktu dan Cara Shalat Menurut Al Qur’an”. Meskipun demikian, tidak ada salahnya untuk membahasnya sekali lagi dalam suatu makalah tersendiri. Definisi malam menurut Al Qur’an seharusnya bersifat unik atau hanya ada satu karena Al Qur’an hanya ada satu. Perbedaan definisi malam yang ada membuat penulis ingin menguji lagi persepsi penulis tentang definisi malam.

SIFAT MALAM
Gelap
Sifat malam yang sudah diketahui oleh semua orang sejak jaman dahulu adalah gelap. Dalam Al Qur’an, malam dijadikan Tanda kekuasaan Allah bagi manusia (36:37). Dijelaskan dalam ayat tersebut, siang ditarik dari malam. Maksudnya, siang berganti menjadi malam. Dan kemudian, yang terlihat adalah keadaan yang gelap. Pelajaran yang bisa diambil dalam konteks makalah ini adalah bahwa malam bersifat gelap.

36:37. And a Sign for them is the night. We withdraw from it the day. Then behold! They are in darkness. (Dan suatu Tanda bagi mereka adalah malam. Kami menarik darinya siang hari. Kemudian lihatlah! Mereka dalam kegelapan.) (versi Abdullah Yusuf Ali)

Berubah Secara Perlahan-lahan
Walaupun malam bersifat gelap, pendefinisian malam yang hanya menggunakan sifat gelap mempunyai masalah. Pada intensitas cahaya berapa lux suatu keadaan disebut gelap? Pertanyaan ini sulit dijawab karena intensitas cahaya matahari berubah secara perlahan-lahan dari waktu ke waktu. Intensitas cahaya semakin meningkat seiring dengan peningkatan sudut yang dibentuk oleh permukaan bumi dan sumber cahaya. Pada posisi tepat di atas kepala, intensitas cahayanya paling besar. Hal ini menyebabkan keadaan pada pertengahan siang akan lebih terang daripada ketika matahari baru terbit atau menjelang matahari terbenam. Demikian pula, setelah matahari terbenam, keadaan akan terasa masih belum gelap sekali. Perlahan-lahan, keadaan tersebut akan berangsur-angsur menjadi gelap.

Perubahan intensitas cahaya yang bersifat perlahan-lahan ini akan menyulitkan kita untuk memisahkan keadaan gelap dan terang kecuali jika menggunakan kriteria buatan manusia. Mungkin, ada orang yang menganggap, hari telah gelap jika cahaya matahari telah hilang. Anggapan ini masih menimbulkan pertanyaan. Bukankah keadaan 1, 5, atau 10 menit sebelum cahaya matahari hilang masih terasa gelap? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dibutuhkan suatu batas intensitas cahaya yang ditentukan oleh manusia. Misalnya, jika intensitas cahaya kurang dari sekian lux, keadaan disebut gelap. Persoalannya, jika itu dilakukan, kita akan mempunyai definisi malam menurut manusia, bukan menurut Al Qur’an. Oleh sebab itu, penggunaan intensitas cahaya hasil pengukuran dengan lux meter atau alat ukur lainnya atau hasil perkiraan manusia tidak bisa digunakan untuk mendefinisikan gelap menurut Al Qur’an.

Meskipun demikian, mungkin ada yang berpendapat bahwa perubahan dari siang (yang bersifat terang) menjadi gelap bersifat tiba-tiba. Ayat pendukungnya adalah 36:37, terjemahan versi Othman Ali dan versi Depag RI. Dalam kedua versi terjemahan tersebut disebutkan tiba-tiba dan dengan serta merta yang bermakna secara drastis.

36:37. Dan satu ayat bagi mereka ialah malam; Kami menanggalkan siang darinya, dan tiba-tiba, mereka dalam kegelapan. (versi Othman Ali)

36:37. Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan. (versi Depag RI)

Terjemahan 36:37 versi Depag RI dan Othman Ali tersebut berbeda dengan versi Abdullah Yusuf Ali yang sudah dikutip di muka dan versi Muhamed dan Samira Ahmed.  Bagian yang diterjemahkan menjadi tiba-tiba atau dengan serta merta, oleh Muhamed dan Samira Ahmed diterjemahkan menjadi maka kemudian (so then), dan oleh Abdullah Yusuf Ali diterjemahkan menjadi kemudian lihatlah (then behold). Tambahan, N. J. Dawood menerjemahkan bagian itu menjadi –and (-dan). Jadi, penulis berpendapat bahwa perubahan dari terang menjadi gelap tidak terjadi secara tiba-tiba.

36:37 And an evidence/sign for them (is) the night, We skin off/uncover from it the daytime, so then they are darkened/in darkness. (versi Muhamed dan Samira Ahmed)

36:37 The night is another sign for them. From the night We lift the day-and they are plunged in darkeness. (versi N. J. Dawood)

Malam Masuk ke dalam Siang
Waktu dalam sehari dikelompokkan menjadi dua kelas utama, yaitu siang dan malam. Penjelasannya adalah sebagai berikut.

Dijelaskan dalam 22:61; 57:6; 31:29; 3:27; dan 35:13 bahwa malam masuk ke dalam siang dan siang masuk ke dalam malam. Untuk menafsirkannya, kita fokuskan pada kata masuk. Kata masuk bermakna keadaan suatu benda berada di dalam benda yang lain. Dalam hal ini, siang yang masuk ke dalam malam akan menjadi berada di dalam malam, dan sebaliknya.

22:61. Yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah (kuasa) memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan bahwasanya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (versi Depag RI)

57:6. Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati. (versi Depag RI)

31:29. Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan, dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (versi Depag RI)

3:27. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)." (versi Depag RI)

35:13. Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. (versi Depag RI)

Diterangkan dalam 7:54 bahwa Allah menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. Ini berarti bahwa siang akan tertutup oleh malam. Dengan kalimat lain, siang menjadi tidak kelihatan. Oleh karena itu, ketika malam, siang tidak ada. Sampai di sini dapat dimengerti bahwa tidak ada waktu campuran siang dan malam atau waktu setengah siang setengah malam, atau waktu peralihan atau waktu pertengahan antara siang dan malam.

7:54. Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy[548]. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. (versi Depag RI)

Allah menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat (7:54). Kalimat ini membutuhkan kehati-hatian dalam menafsirkannya karena dapat bermakna berbeda tergantung pada cara memenggal kalimatnya. Pertama, yang berlangsung dengan cepat adalah peristiwa malam menutup siang. Penggalannya adalah Allah ”menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat.”. Kedua, yang berlangsung dengan cepat adalah peristiwa siang mengikuti malam. Penggalannya adalah Allah menutupkan malam kepada ”siang yang mengikutinya dengan cepat.”. Kita akan menguji yang kedua lebih dahulu. Seperti kita ketahui, setelah malam tiba, kita harus menunggu berjam-jam untuk menjumpai siang lagi. Ini berarti bahwa siang tidak mengikuti malam dengan cepat. Artinya, kemungkinan penafsiran kedua adalah salah. Dengan demikian, yang benar adalah penafsiran pertama, yaitu bahwa peristiwa penutupan malam kepada siang berlangsung cepat.

Peristiwa penutupan malam kepada siang yang berlangsung cepat berimplikasi bahwa di antara siang dan malam tidak ada waktu peralihan atau waktu di tengah atau waktu tumpang tindih (overlapping). Setelah siang ditarik, yang terjadi adalah malam (36:37). Begitu malam tiba, tidak ada waktu yang selainnya karena sudah tertutup malam. Begitu siang tiba, tidak ada waktu yang selainnya karena sudah tertutup siang. Ini juga berarti bahwa dalam suatu waktu hanya ada satu nama waktu, yaitu siang atau malam.

Sampai di sini dapat diringkas bahwa waktu dalam sehari dikelompokkan menjadi 2 kelas utama, yaitu siang dan malam. Dengan demikian, dalam satu waktu, hanya ada satu nama waktu, yaitu siang atau malam. Waktu siang mungkin dibagi lagi menjadi beberapa kelas yang lebih rendah tingkatannya, seperti pagi, tengah siang, dan sore. Waktu malam mungkin dibagi lagi menjadi beberapa kelas yang lebih rendah tingkatannya, seperti petang, tengah malam, dan fajar. Artinya, malam dan petang atau siang dan pagi adalah tidak satu tingkat dalam klasifikasi waktu dalam sehari.

DEFINISI MALAM
Kapan suatu keadaan disebut malam? Kali ini penulis akan menggunakan pendekatan waktu shalat dalam 17:78.

17:78. Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (versi Depag RI)

Ada dua kata yang perlu dibahas lebih dahulu, yaitu tergelincir dan gelap. Kata tergelincir dalam konteks ayat 17:78 berarti mulai bergeser turun. Kata gelap tidak tepat karena sebagai kata benda bentuk seharusnya adalah kegelapan (darkness). Dalam terjemahan versi Abdullah Yusuf Ali, bagian yang diterjemahkan menjadi tergelincir tersebut diterjemahkan menjadi penurunan matahari (the decline of the sun). Penulis menganggap keduanya berarti sama. Kemudian, waktu shalat dari matahari bergeser turun sampai kegelapan malam adalah kisaran waktu yang orang dapat shalat di dalamnya. Artinya, itu tidak berarti bahwa orang harus shalat dengan durasi sejak matahari bergeser turun sampai kegelapan malam.

Ada yang menafsirkan bahwa matahari bergeser turun dimulai dari tengah hari atau meridian (matahari kurang lebih berada di atas kepala). Jika waktu shalat di mulai dari ketika matahari di atas kepala sampai kegelapan malam, waktu shalat tersebut akan terlalu panjang. Orang dapat shalat ketika matahari di atas kepala atau beberapa menit menjelang kegelapan malam tiba. Jika demikian, orang tidak perlu shalat lagi ketika hari sudah gelap jika sudah shalat pada pertengahan siang. Oleh karena itu, penafsiran semacam ini tidak tepat.

Selain itu, pengamatan posisi matahari berasumsi bahwa wajah pengamat menghadap ke satu arah tertentu. Pada saat wajah menghadap ke depan, mata tidak bisa melihat matahari ketika berada di atas kepala sehingga matahari tidak akan tampak turun. Jika wajah menghadap ke atas, matahari memang akan kelihatan tetapi tidak tampak menurun melainkan tampak seperti berjalan mendatar.

Matahari akan tampak menurun jika wajah mengahadap ke depan dan matahari sudah agak condong ke bawah. Akan tetapi, waktu ketika matahari mulai turun menjadi masalah karena waktu tersebut akan bervariasi tergantung pada penafsiran tiap orang. Waktu ketika matahari mulai turun yang bersifat unik dan tidak tergantung pada panafsiran orang adalah ketika bola matahari mulai menyentuh horison. Gerakan matahari sejak menyentuh horison sampai tidak kelihatan lagi benar-benar persis seperti benda yang sedang turun, yaitu turun dari atas ke bumi. Sebagai penunjuk waktu shalat, tanda alam berupa peristiwa bola matahari menyentuh horison adalah sangat jelas dan tidak menimbulkan penafsiran bervarisi. Oleh sebab itu, matahari tergelincir dalam 17:78  bermakna matahari terbenam atau tenggelam.

Tambahan, penurunan matahari adalah suatu peristiwa, bukan posisi matahari mulai turun. Artinya, yang dijadikan batas awal waktu shalat adalah suatu peristiwa, yaitu penurunan matahari. Sebagai batas waktu, peristiwa tersebut haruslah berlangsung relatif singkat sehingga batasnya menjadi jelas. Jika berlangsung lama, batas waktu tersebut akan bervariasi tergantung pada penafsiran masing-masing orang. Artinya, sepanjang ditentukan berdasarkan peristiwa penurunan matahari terjadi, hasil penafsiran batas waktu yang diperoleh akan menjadi dianggap benar. Semakin lama peristiwa tersebut, variasi penafsiran batas waktu semakin besar. Peristiwa penurunan matahari yang relatif singkat adalah ketika bola matahari mulai menyentuh horison sampai tidak kelihatan sama sekali. Oleh sebab itu, awal waktu shalat yang dijelaskan dalam 17:78 adalah ketika matahari terbenam, bukan ketika tengah hari (meridian).

Untuk lebih meyakinkan lagi, penggunaan akar kata dilakukan. Berikut ini adalah transliterasi 17:78 dan kutipan akar kata dalam project root list yang di-download dari http://www.studyquran.co.uk/PRLonline.htm.

017.078 Aqimi a(l)[ss]al[a]ta lidulooki a(l)shshamsi il[a] ghasaqi allayli waqur-[a]na alfajri inna qur-[a]na alfajri k[a]na mashhood[a](n)

Kutipan dari project root list :

د ل ك 
= Dal-Lam-Kaf = rubbing, squeezing, pressing, decline, sinking, become red, set, incline downwards from the meridian (sun). The whole phrase "duluk-as-shams" defined as "sunset" by Lane.
dalaka vb. (1) n.vb. 17:78
Lane's Lexicon, Volume 3, pages: 72, 73
Menurut kamus Lexicon, sebagaimana tertulis dalam kutipan di atas, dulooki a(l)shshamsi berarti matahari terbenam. Memang ada yang mengartikannya dengan turun dari meridian. Namun, yang berarti selain turun dari meridian lebih banyak, yaitu decline (turun), sinking (tengelam), become red (menjadi merah), dan terbenam (set). Arti yang lain seperti menggosok (rubbing), memeras (squeezing), dan menekan (pressing) kurang relevan dengan kasus ini. Jadi, ini mendukung penafsiran bahwa waktu shalat dimulai dari matahari terbenam.

Apa hubungan antara waktu shalat yang dimulai dari ketika matahari terbenam dengan definisi malam? Jawabannya ada dalam 11:114.

11:114. Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. (versi Depag RI)

Disebutkan ada waktu shalat pada kedua tepi siang. Tepi bermakna bagian pinggir. Tepi siang berarti bagian pinggir siang. Jika siang digambarkan dalam bentuk garis, tepi siang akan berupa titik pada ujung panah garis pada gambar berikut ini.

tepi siang 1 <=====siang=====> tepi siang 2

Tepi berupa titik pada ujung garis siang dalam gambar di atas hanyalah sebuah model. Titik tersebut menggambarkan suatu waktu tertentu yang durasinya sangat pendek, yang dalam matematika diistilahkan dengan delta t mendekati nol. Oleh karena itu, penafsiran tepi siang sebagai waktu shalat tidak menggunakan pemikiran matematis seperti itu. Orang tidak bisa shalat dalam waktu yang sangat pendek, sependek titik dalam garis pada gambar di atas. Pengertian tepi perlu dijabarkan ke dalam pengertian dalam kehidupan sehari, seperti misalnya dalam istilah tepi jalan. Tepi jalan berkisar dari pinggir jalan (perbatasan antara badan jalan dan bukan jalan) sampai beberapa meter di bagian luar badan jalan. Di tepi jalan inilah orang dapat berjalan tanpa ditabrak oleh kendaraan yang berjalan di badan jalan.

Dengan cara berpikir yang sama, kita dapat mengartikan tepi siang sebagai waktu shalat. Tepi siang sebagai waktu shalat berkisar dari bagian pinggir siang (perbatasan antara siang dan bukan siang) sampai beberapa jam atau menit dari bagian pinggir siang. Kisaran salah satu tepi siang sebagai waktu shalat dijelaskan dalam 17:78.

17:78. Establish prayer at the decline of the sun till the darkness of the night and (the recital of) Quran at dawn. Indeed, the (the recital of) Quran at dawn is ever witnessed. (Dirikanlah shalat pada saat penurunan matahari hingga kegelapan malam dan (pembacaan) Al Qur’an pada waktu fajar. Sungguh, (pembacaan) Al Qur’an pada waktu fajar sesungguhnya disaksikan.) (versi Abdullah Yusuf Ali)

Sudah dibahas di muka bahwa pengertian penurunan matahari adalah sama dengan matahari terbenam. Di sini kita bisa menafsirkan bahwa waktu sejak matahari terbenam sampai kegelapan malam adalah salah satu tepi siang yang ditetapkan sebagai waktu shalat. Bagian pinggir siang adalah waktu ketika matahari terbenam. Kisaran waktu yang orang dapat melakukan shalat pada salah satu tepi siang yang ditetapkan dalam 17:78 adalah dari pinggir siang (waktu ketika matahari terbenam) sampai kegelapan malam (cahaya matahari tidak kelihatan lagi). Berdasarkan pemikiran seperti ini, definisi malam dapat dirumuskan.

Jika salah satu tepi siang adalah waktu ketika matahari terbenam, waktu sejak matahari terbenam adalah bukan siang. Sudah dibahas di depan bahwa waktu yang bukan siang adalah malam. Oleh karena itu, malam dimulai ketika matahari terbenam. Dengan pemikiran seperti ini, dapat disimpulkan bahwa penentuan siang dan malam ditentukan berdasarkan kenampakan matahari. Ketika matahari mulai tampak pada pagi hari, malam berakhir. Jadi, malam adalah waktu ketika matahari tidak tampak. Dengan kalimat lain, malam adalah waktu sejak matahari terbenam (mulai menyentuh horison) sampai matahari terbit (mulai keluar dari horison). Definisi inilah yang penulis setujui.

KEJANGGALAN DEFINISI MALAM VERSI LAIN
Ada yang mendefinisikan bahwa malam adalah waktu sejak matahari terbenam sampai terbit fajar. Definisi ini janggal karena menggunakan dasar klasifikasi ganda. Dalam penentuan permulaan malam digunakan dasar berupa kenampakan matahari sedangkan dalam penentuan akhir malam digunakan dasar berupa kenampakan cahaya matahari. Definisi ini tidak sesuai dengan Al Qur’an, seperti yang telah didiskusikan sebelumnya dalam makalah ini.

Definisi malam yang lain menerangkan bahwa malam adalah waktu ketika hari sudah gelap. Menurut mereka, malam adalah gelap dan siang adalah terang. Mereka menganggap bahwa keadaan setelah matahari terbenam adalah masih terang atau belum gelap sehingga belum termasuk malam. Bagi mereka, malam adalah waktu ketika hari sudah benar-benar gelap. Oleh sebab itu, orang yang berbuka puasa Ramadhan sejak matahari terbenam dianggap bersalah oleh mereka karena berbuka terlalu awal.

Jika keadaan setelah matahari terbenam dianggap masih terang, berarti waktu itu masih dianggap termasuk siang karena siang bersifat terang. Seiring dengan perjalanan waktu, penurunan intensitas cahaya akan terjadi. Pada intensitas cahaya berapa lux keadaan masih dianggap terang? Jawabannya tidak ada di Al Qur’an. Demikian pula, pada intensitas cahaya berapa lux keadaan sudah dianggap gelap? Jawabannya tidak ada di Al Qur’an. Dengan demikian, anggapan siang masih berlanjut sampai satelah matahari terbenam menimbulkan masalah dalam menentukan waktu siang berakhir. Jika anggapan ini dipegang, orang akan menggunakan keinginan (nafsu) manusia sebagai dasar penentuan akhir siang atau awal malam.

Walapun demikian, di antara mereka ada yang percaya bahwa salah satu tepi siang yang disebut dalam 11:114 adalah waktu dari matahari terbenam sampai kegelapan malam seperti yang dijelaskan dalam 17:78. Sesuai dengan artinya, tepi siang adalah bagian paling pinggir atau paling luar dari siang sehingga dalam tepi siang tidak mengandung waktu yang termasuk siang. Jika mereka benar-benar meyakini bahwa tepi siang dimulai sejak matahari terbenam, mereka seharusnya meyakini bahwa sejak matahari terbenam, waktu siang telah berakhir karena waktu matahari terbenam menjadi bagian siang paling luar. Akan tetapi, mereka menganggap bahwa waktu ketika matahari terbenam adalah masih termasuk siang karena dianggap masih terang. Jadi, ada kejanggalan di sini. Sebaliknya, jika siang dianggap berakhir setelah keadaan dianggap gelap, misalnya beberapa menit setelah matahari terbenam, tepi siangnya menjadi mundur, yaitu dimulai dari waktu ketika matahari terbenam ditambah beberapa menit. Dengan demikian, definisi tepi siangnya menjadi tidak sesuai dengan yang diterangkan dalam 17:78. Atau, jangan-jangan malah waktu setelah terbenam matahari yang dikatakannya sebagai masih terang dianggap bukan siang? Jika demikian kasusnya, ini merupakan bentuk kejanggalan yang lain lagi.

Barangkali, jika saja mau meresapi bahwa suatu proses membutuhkan waktu, orang akan dengan mudah memahami bahwa malam dimulai sejak matahari terbenam. Memang benar bahwa malam bersifat gelap. Namun, sebelum menjadi gelap, malam harus melampaui tahap peralihan dari terang menjadi gelap. Ini berarti bahwa meskipun keadaan masih terlihat terang, dapat saja suatu waktu sudah termasuk malam. Keadaannya mungkin seperti proses perubahan dari bayi menjadi manusia dewasa. Seperti telah kita ketahui bahwa manusia mempunyai sifat dapat berbicara dan berjalan tegak dengan dua kaki. Walaupun demikian, bayi tetap dianggap sebagai manusia meskipun tidak dapat berbicara dan berjalan tegak dengan dua kaki.

PENUTUP
Penulis masih yakin bahwa malam adalah waktu sejak matahari terbenam sampai matahari terbit. Makalah ini akan direvisi jika terjadi perubahan persepsi pada diri penulis.