PENDAHULUAN
Penulis sudah membahas definisi malam menurut Al
Qur’an dalam makalah berjudul ”Waktu dan Cara Shalat Menurut Al Qur’an”.
Meskipun demikian, tidak ada salahnya untuk membahasnya sekali lagi dalam suatu
makalah tersendiri. Definisi malam menurut Al Qur’an seharusnya bersifat unik
atau hanya ada satu karena Al Qur’an hanya ada satu. Perbedaan definisi malam
yang ada membuat penulis ingin menguji lagi persepsi penulis tentang definisi
malam.
SIFAT MALAM
Gelap
Sifat malam yang sudah diketahui oleh semua orang sejak
jaman dahulu adalah gelap. Dalam Al Qur’an, malam dijadikan Tanda kekuasaan
Allah bagi manusia (36:37). Dijelaskan dalam ayat tersebut, siang ditarik dari
malam. Maksudnya, siang berganti menjadi malam. Dan kemudian, yang terlihat
adalah keadaan yang gelap. Pelajaran
yang bisa diambil dalam konteks makalah ini adalah bahwa malam bersifat gelap.
36:37. And a
Sign for them is the night. We withdraw from it the day. Then behold! They are in darkness. (Dan suatu Tanda bagi mereka adalah malam.
Kami menarik darinya siang hari. Kemudian lihatlah! Mereka dalam kegelapan.) (versi
Abdullah Yusuf Ali)
Berubah Secara Perlahan-lahan
Walaupun malam bersifat gelap, pendefinisian malam
yang hanya menggunakan sifat gelap mempunyai masalah. Pada intensitas cahaya
berapa lux suatu keadaan disebut
gelap? Pertanyaan ini sulit dijawab karena intensitas cahaya matahari berubah
secara perlahan-lahan dari waktu ke waktu. Intensitas cahaya semakin meningkat
seiring dengan peningkatan sudut yang dibentuk oleh permukaan bumi dan sumber
cahaya. Pada posisi tepat di atas kepala, intensitas cahayanya paling besar.
Hal ini menyebabkan keadaan pada pertengahan siang akan lebih terang daripada
ketika matahari baru terbit atau menjelang matahari terbenam. Demikian pula,
setelah matahari terbenam, keadaan akan terasa masih belum gelap sekali.
Perlahan-lahan, keadaan tersebut akan berangsur-angsur menjadi gelap.
Perubahan intensitas cahaya yang bersifat
perlahan-lahan ini akan menyulitkan kita untuk memisahkan keadaan gelap dan
terang kecuali jika menggunakan kriteria buatan manusia. Mungkin, ada orang
yang menganggap, hari telah gelap jika cahaya matahari telah hilang. Anggapan
ini masih menimbulkan pertanyaan. Bukankah keadaan 1, 5, atau 10 menit sebelum
cahaya matahari hilang masih terasa gelap? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dibutuhkan
suatu batas intensitas cahaya yang ditentukan oleh manusia. Misalnya, jika
intensitas cahaya kurang dari sekian lux,
keadaan disebut gelap. Persoalannya, jika itu dilakukan, kita akan mempunyai
definisi malam menurut manusia, bukan menurut Al Qur’an. Oleh sebab itu,
penggunaan intensitas cahaya hasil pengukuran dengan lux meter atau alat ukur
lainnya atau hasil perkiraan manusia tidak bisa digunakan untuk mendefinisikan
gelap menurut Al Qur’an.
Meskipun demikian, mungkin ada yang berpendapat
bahwa perubahan dari siang (yang bersifat terang) menjadi gelap bersifat
tiba-tiba. Ayat pendukungnya adalah 36:37, terjemahan versi Othman Ali dan
versi Depag RI. Dalam kedua versi terjemahan tersebut disebutkan tiba-tiba dan dengan serta merta yang bermakna secara drastis.
36:37. Dan satu ayat bagi mereka ialah malam; Kami
menanggalkan siang darinya, dan tiba-tiba, mereka dalam kegelapan.
(versi Othman Ali)
36:37. Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang
besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan
serta merta mereka berada dalam kegelapan. (versi Depag RI)
Terjemahan 36:37 versi Depag RI dan Othman Ali
tersebut berbeda dengan versi Abdullah Yusuf Ali yang sudah dikutip di muka dan
versi Muhamed dan Samira Ahmed. Bagian
yang diterjemahkan menjadi tiba-tiba
atau dengan serta merta, oleh Muhamed
dan Samira Ahmed diterjemahkan menjadi maka
kemudian (so then), dan oleh Abdullah
Yusuf Ali diterjemahkan menjadi kemudian
lihatlah (then behold). Tambahan,
N. J. Dawood menerjemahkan bagian itu menjadi –and (-dan). Jadi,
penulis berpendapat bahwa perubahan dari terang menjadi gelap tidak terjadi secara
tiba-tiba.
36:37 And an evidence/sign
for them (is) the night, We skin off/uncover from it the daytime, so then
they are darkened/in darkness. (versi Muhamed dan Samira Ahmed)
36:37 The night
is another sign for them. From the night We lift the day-and they are plunged
in darkeness. (versi N. J. Dawood)
Malam Masuk ke dalam Siang
Waktu dalam sehari dikelompokkan menjadi dua kelas
utama, yaitu siang dan malam. Penjelasannya adalah sebagai berikut.
Dijelaskan dalam 22:61; 57:6; 31:29; 3:27; dan
35:13 bahwa malam masuk ke dalam siang dan siang masuk ke dalam malam. Untuk
menafsirkannya, kita fokuskan pada kata masuk.
Kata masuk bermakna keadaan suatu benda
berada di dalam benda yang lain. Dalam hal ini, siang yang masuk ke dalam malam
akan menjadi berada di dalam malam, dan sebaliknya.
22:61. Yang demikian itu, adalah
karena sesungguhnya Allah (kuasa) memasukkan malam ke dalam siang dan
memasukkan siang ke dalam malam dan bahwasanya Allah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat. (versi Depag RI)
57:6. Dialah yang memasukkan malam ke dalam
siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati. (versi
Depag RI)
31:29. Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa
sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke
dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan
sampai kepada waktu yang ditentukan, dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan. (versi Depag RI)
3:27. Engkau
masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam.
Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari
yang hidup. Dan Engkau beri rezki
siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)." (versi Depag RI)
35:13. Dia memasukkan
malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan
matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang
(berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah)
selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. (versi Depag
RI)
Diterangkan dalam 7:54 bahwa Allah menutupkan
malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. Ini berarti bahwa siang akan
tertutup oleh malam. Dengan kalimat lain, siang menjadi tidak kelihatan. Oleh
karena itu, ketika malam, siang tidak ada. Sampai di sini dapat dimengerti
bahwa tidak ada waktu campuran siang dan malam atau waktu setengah siang
setengah malam, atau waktu peralihan atau waktu pertengahan antara siang dan
malam.
7:54. Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas
'Arsy[548]. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat,
dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing)
tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak
Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. (versi Depag RI)
Allah menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat (7:54). Kalimat ini membutuhkan kehati-hatian dalam
menafsirkannya karena dapat bermakna berbeda tergantung pada cara memenggal
kalimatnya. Pertama, yang berlangsung dengan cepat adalah peristiwa malam menutup
siang. Penggalannya adalah Allah ”menutupkan
malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat.”. Kedua, yang
berlangsung dengan cepat adalah peristiwa siang mengikuti malam. Penggalannya
adalah Allah menutupkan malam kepada ”siang
yang mengikutinya dengan cepat.”. Kita akan menguji yang kedua lebih
dahulu. Seperti kita ketahui, setelah malam tiba, kita harus menunggu berjam-jam
untuk menjumpai siang lagi. Ini berarti bahwa siang tidak mengikuti malam
dengan cepat. Artinya, kemungkinan penafsiran kedua adalah salah. Dengan
demikian, yang benar adalah penafsiran pertama, yaitu bahwa peristiwa penutupan
malam kepada siang berlangsung cepat.
Peristiwa penutupan malam kepada siang yang
berlangsung cepat berimplikasi bahwa di antara siang dan malam tidak ada waktu
peralihan atau waktu di tengah atau waktu tumpang tindih (overlapping). Setelah siang ditarik, yang terjadi adalah malam
(36:37). Begitu malam tiba, tidak ada waktu yang
selainnya karena sudah tertutup malam. Begitu siang tiba, tidak ada waktu yang
selainnya karena sudah tertutup siang. Ini juga berarti bahwa dalam suatu waktu
hanya ada satu nama waktu, yaitu siang atau malam.
Sampai di sini dapat diringkas bahwa waktu dalam
sehari dikelompokkan menjadi 2 kelas utama, yaitu siang dan malam. Dengan
demikian, dalam satu waktu, hanya ada satu nama waktu, yaitu siang atau malam.
Waktu siang mungkin dibagi lagi menjadi beberapa kelas yang lebih rendah
tingkatannya, seperti pagi, tengah siang, dan sore. Waktu malam mungkin dibagi
lagi menjadi beberapa kelas yang lebih rendah tingkatannya, seperti petang,
tengah malam, dan fajar. Artinya, malam dan petang atau siang dan pagi adalah
tidak satu tingkat dalam klasifikasi waktu dalam sehari.
DEFINISI MALAM
Kapan suatu keadaan disebut malam? Kali ini
penulis akan menggunakan pendekatan waktu shalat dalam 17:78.
17:78. Dirikanlah
shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah
pula shalat) subuh. Sesungguhnya
shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (versi Depag RI)
Ada dua kata yang perlu dibahas lebih dahulu, yaitu
tergelincir dan gelap. Kata tergelincir dalam konteks ayat 17:78 berarti mulai
bergeser turun. Kata gelap tidak
tepat karena sebagai kata benda bentuk seharusnya adalah kegelapan (darkness). Dalam terjemahan versi
Abdullah Yusuf Ali, bagian yang diterjemahkan menjadi tergelincir tersebut diterjemahkan menjadi penurunan matahari (the decline
of the sun). Penulis menganggap keduanya berarti sama. Kemudian, waktu
shalat dari matahari bergeser turun sampai kegelapan malam adalah kisaran waktu
yang orang dapat shalat di dalamnya. Artinya, itu tidak berarti bahwa orang
harus shalat dengan durasi sejak matahari bergeser turun sampai kegelapan
malam.
Ada yang menafsirkan bahwa matahari bergeser turun
dimulai dari tengah hari atau meridian (matahari kurang lebih berada di atas
kepala). Jika waktu shalat di mulai dari ketika matahari di atas kepala sampai
kegelapan malam, waktu shalat tersebut akan terlalu panjang. Orang dapat shalat
ketika matahari di atas kepala atau beberapa menit menjelang kegelapan malam
tiba. Jika demikian, orang tidak perlu shalat lagi ketika hari sudah gelap jika
sudah shalat pada pertengahan siang. Oleh karena itu, penafsiran semacam ini
tidak tepat.
Selain itu, pengamatan posisi matahari berasumsi
bahwa wajah pengamat menghadap ke satu arah tertentu. Pada saat wajah menghadap
ke depan, mata tidak bisa melihat matahari ketika berada di atas kepala
sehingga matahari tidak akan tampak turun. Jika wajah menghadap ke atas,
matahari memang akan kelihatan tetapi tidak tampak menurun melainkan tampak
seperti berjalan mendatar.
Matahari akan tampak menurun jika wajah mengahadap
ke depan dan matahari sudah agak condong ke bawah. Akan tetapi, waktu ketika
matahari mulai turun menjadi masalah karena waktu tersebut akan bervariasi
tergantung pada penafsiran tiap orang. Waktu ketika matahari mulai turun yang
bersifat unik dan tidak tergantung pada panafsiran orang adalah ketika bola
matahari mulai menyentuh horison. Gerakan matahari sejak menyentuh horison
sampai tidak kelihatan lagi benar-benar persis seperti benda yang sedang turun,
yaitu turun dari atas ke bumi. Sebagai penunjuk waktu shalat, tanda alam berupa
peristiwa bola matahari menyentuh horison adalah sangat jelas dan tidak
menimbulkan penafsiran bervarisi. Oleh sebab itu, matahari tergelincir dalam 17:78 bermakna matahari terbenam atau tenggelam.
Tambahan, penurunan matahari adalah
suatu peristiwa, bukan posisi matahari mulai turun. Artinya, yang dijadikan
batas awal waktu shalat adalah suatu peristiwa, yaitu penurunan matahari.
Sebagai batas waktu, peristiwa tersebut haruslah berlangsung relatif singkat
sehingga batasnya menjadi jelas. Jika berlangsung lama, batas waktu tersebut
akan bervariasi tergantung pada penafsiran masing-masing orang. Artinya, sepanjang
ditentukan berdasarkan peristiwa penurunan matahari terjadi, hasil penafsiran batas
waktu yang diperoleh akan menjadi dianggap benar. Semakin lama peristiwa
tersebut, variasi penafsiran batas waktu semakin besar. Peristiwa penurunan
matahari yang relatif singkat adalah ketika bola matahari mulai menyentuh
horison sampai tidak kelihatan sama sekali. Oleh sebab itu, awal waktu shalat
yang dijelaskan dalam 17:78 adalah ketika matahari terbenam, bukan ketika tengah
hari (meridian).
Untuk lebih meyakinkan lagi, penggunaan akar kata
dilakukan. Berikut ini adalah transliterasi 17:78 dan kutipan akar kata dalam project root list yang di-download dari http://www.studyquran.co.uk/PRLonline.htm.
017.078 Aqimi
a(l)[ss]al[a]ta lidulooki a(l)shshamsi il[a] ghasaqi allayli waqur-[a]na
alfajri inna qur-[a]na alfajri k[a]na mashhood[a](n)
Kutipan
dari project root list :
“د ل ك
= Dal-Lam-Kaf = rubbing, squeezing, pressing, decline, sinking,
become red, set, incline downwards from the meridian (sun). The whole phrase
"duluk-as-shams"
defined as "sunset" by Lane.
dalaka vb.
(1) n.vb. 17:78
Lane's Lexicon,
Volume 3, pages: 72, 73”
Menurut kamus
Lexicon, sebagaimana tertulis dalam kutipan di atas, dulooki a(l)shshamsi berarti matahari terbenam. Memang ada yang mengartikannya dengan turun dari
meridian. Namun, yang berarti selain turun
dari meridian lebih banyak, yaitu decline
(turun), sinking (tengelam), become red (menjadi merah), dan terbenam (set). Arti yang lain seperti menggosok (rubbing), memeras (squeezing), dan menekan (pressing)
kurang relevan dengan kasus ini. Jadi, ini mendukung penafsiran bahwa
waktu shalat dimulai dari matahari terbenam.
Apa hubungan antara waktu shalat yang dimulai dari
ketika matahari terbenam dengan definisi malam? Jawabannya ada dalam 11:114.
11:114. Dan dirikanlah sembahyang itu
pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan
daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan
(dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang
ingat. (versi Depag
RI)
Disebutkan ada
waktu shalat pada kedua tepi siang. Tepi bermakna bagian pinggir. Tepi siang berarti bagian pinggir siang. Jika
siang digambarkan dalam bentuk garis, tepi siang akan berupa titik pada ujung panah
garis pada gambar berikut ini.
tepi siang 1 <=====siang=====> tepi siang 2
Tepi berupa titik pada ujung garis siang dalam
gambar di atas hanyalah sebuah model. Titik tersebut menggambarkan suatu waktu
tertentu yang durasinya sangat pendek, yang dalam matematika diistilahkan dengan
delta t mendekati nol. Oleh karena
itu, penafsiran tepi siang sebagai waktu shalat tidak menggunakan pemikiran
matematis seperti itu. Orang tidak bisa shalat dalam waktu yang sangat pendek,
sependek titik dalam garis pada gambar di atas. Pengertian tepi perlu
dijabarkan ke dalam pengertian dalam kehidupan sehari, seperti misalnya dalam
istilah tepi jalan. Tepi jalan berkisar dari pinggir jalan (perbatasan antara
badan jalan dan bukan jalan) sampai beberapa meter di bagian luar badan jalan.
Di tepi jalan inilah orang dapat berjalan tanpa ditabrak oleh kendaraan yang
berjalan di badan jalan.
Dengan cara berpikir yang sama, kita dapat
mengartikan tepi siang sebagai waktu shalat. Tepi siang sebagai waktu shalat
berkisar dari bagian pinggir siang (perbatasan antara siang dan bukan siang)
sampai beberapa jam atau menit dari bagian pinggir siang. Kisaran salah satu
tepi siang sebagai waktu shalat dijelaskan dalam 17:78.
17:78. Establish
prayer at the decline of the sun till the darkness of the night and (the
recital of) Quran at dawn. Indeed, the (the recital of) Quran at dawn is ever
witnessed. (Dirikanlah shalat pada saat
penurunan matahari hingga kegelapan malam dan (pembacaan) Al Qur’an pada waktu
fajar. Sungguh, (pembacaan) Al Qur’an pada waktu fajar sesungguhnya disaksikan.)
(versi Abdullah Yusuf Ali)
Sudah dibahas di muka bahwa pengertian penurunan
matahari adalah sama dengan matahari terbenam. Di sini kita bisa menafsirkan
bahwa waktu sejak matahari terbenam sampai kegelapan malam adalah salah satu
tepi siang yang ditetapkan sebagai waktu shalat. Bagian pinggir siang adalah
waktu ketika matahari terbenam. Kisaran waktu yang orang dapat melakukan shalat
pada salah satu tepi siang yang ditetapkan dalam 17:78 adalah dari pinggir
siang (waktu ketika matahari terbenam) sampai kegelapan malam (cahaya matahari
tidak kelihatan lagi). Berdasarkan pemikiran seperti
ini, definisi malam dapat dirumuskan.
Jika salah satu tepi siang adalah waktu ketika
matahari terbenam, waktu sejak matahari terbenam adalah bukan siang. Sudah
dibahas di depan bahwa waktu yang bukan siang adalah malam. Oleh karena itu,
malam dimulai ketika matahari terbenam. Dengan pemikiran seperti ini, dapat
disimpulkan bahwa penentuan siang dan malam ditentukan berdasarkan kenampakan
matahari. Ketika matahari mulai tampak pada pagi hari, malam berakhir. Jadi,
malam adalah waktu ketika matahari tidak tampak. Dengan kalimat lain, malam
adalah waktu sejak matahari terbenam (mulai menyentuh horison) sampai matahari
terbit (mulai keluar dari horison). Definisi inilah yang penulis setujui.
KEJANGGALAN DEFINISI MALAM VERSI LAIN
Ada yang mendefinisikan bahwa malam adalah waktu
sejak matahari terbenam sampai terbit fajar. Definisi ini janggal karena menggunakan
dasar klasifikasi ganda. Dalam penentuan permulaan malam digunakan dasar berupa
kenampakan matahari sedangkan dalam penentuan akhir malam digunakan dasar
berupa kenampakan cahaya matahari. Definisi ini tidak sesuai dengan Al Qur’an,
seperti yang telah didiskusikan sebelumnya dalam makalah ini.
Definisi malam yang lain menerangkan bahwa malam
adalah waktu ketika hari sudah gelap. Menurut mereka, malam adalah gelap dan
siang adalah terang. Mereka menganggap bahwa keadaan setelah matahari terbenam
adalah masih terang atau belum gelap sehingga belum termasuk malam. Bagi
mereka, malam adalah waktu ketika hari sudah benar-benar gelap. Oleh sebab itu,
orang yang berbuka puasa Ramadhan sejak matahari terbenam dianggap bersalah oleh
mereka karena berbuka terlalu awal.
Jika keadaan setelah matahari terbenam dianggap
masih terang, berarti waktu itu masih dianggap termasuk siang karena siang
bersifat terang. Seiring dengan perjalanan waktu, penurunan intensitas cahaya akan
terjadi. Pada intensitas cahaya berapa lux
keadaan masih dianggap terang? Jawabannya tidak ada di Al Qur’an. Demikian
pula, pada intensitas cahaya berapa lux
keadaan sudah dianggap gelap? Jawabannya tidak ada di Al Qur’an. Dengan
demikian, anggapan siang masih berlanjut sampai satelah matahari terbenam
menimbulkan masalah dalam menentukan waktu siang berakhir. Jika anggapan ini
dipegang, orang akan menggunakan keinginan (nafsu) manusia sebagai dasar
penentuan akhir siang atau awal malam.
Walapun demikian, di antara mereka ada yang
percaya bahwa salah satu tepi siang yang disebut dalam 11:114 adalah waktu dari
matahari terbenam sampai kegelapan malam seperti yang dijelaskan dalam 17:78. Sesuai
dengan artinya, tepi siang adalah bagian paling pinggir atau paling luar dari
siang sehingga dalam tepi siang tidak mengandung waktu yang termasuk siang. Jika
mereka benar-benar meyakini bahwa tepi siang dimulai sejak matahari terbenam,
mereka seharusnya meyakini bahwa sejak matahari terbenam, waktu siang telah
berakhir karena waktu matahari terbenam menjadi bagian siang paling luar. Akan
tetapi, mereka menganggap bahwa waktu ketika matahari terbenam adalah masih
termasuk siang karena dianggap masih terang. Jadi, ada kejanggalan di sini. Sebaliknya,
jika siang dianggap berakhir setelah keadaan dianggap gelap, misalnya beberapa
menit setelah matahari terbenam, tepi siangnya menjadi mundur, yaitu dimulai dari
waktu ketika matahari terbenam ditambah beberapa menit. Dengan demikian, definisi
tepi siangnya menjadi tidak sesuai dengan yang diterangkan dalam 17:78. Atau,
jangan-jangan malah waktu setelah terbenam matahari yang dikatakannya sebagai
masih terang dianggap bukan siang? Jika demikian kasusnya, ini merupakan bentuk
kejanggalan yang lain lagi.
Barangkali, jika saja mau meresapi bahwa suatu
proses membutuhkan waktu, orang akan dengan mudah memahami bahwa malam dimulai
sejak matahari terbenam. Memang benar bahwa malam bersifat gelap. Namun,
sebelum menjadi gelap, malam harus melampaui tahap peralihan dari terang
menjadi gelap. Ini berarti bahwa meskipun keadaan masih terlihat terang, dapat
saja suatu waktu sudah termasuk malam. Keadaannya mungkin seperti proses
perubahan dari bayi menjadi manusia dewasa. Seperti telah kita ketahui bahwa manusia
mempunyai sifat dapat berbicara dan berjalan tegak dengan dua kaki. Walaupun
demikian, bayi tetap dianggap sebagai manusia meskipun tidak dapat berbicara
dan berjalan tegak dengan dua kaki.
PENUTUP
Penulis masih yakin bahwa malam adalah waktu sejak
matahari terbenam sampai matahari terbit. Makalah ini akan direvisi jika
terjadi perubahan persepsi pada diri penulis.