Suatu hari, penulis ingin membaca kembali naskah fatwa MUI (Majelis
Ulama Indonesia) tentang anti hadis yang ada di situs http://mui.or.id/mui_in/fatwa.php?id=36 yang tertera dalam sebuah makalah di blog
ini. Ternyata naskah tersebut kini sudah tidak ada lagi atau tidak bisa diakses.
Mungkinkah MUI sudah mencabut fatwa tersebut? Ketika dilacak melalui Google
dengan kata kunci “mui mencabut fatwa
ingkar sunnah” dan mui mencabut fatwa
anti hadis”, tidak ada keterangan tentang hal tersebut yang muncul. Selain
itu, jika benar-benar sudah dicabut, MUI akan sudah menggelar konferensi pers
untuk menyampaikan informasi tentang pencabutan fatwa tersebut karena ini
menyangkut masalah yang sangat penting. Oleh sebab itu, penulis berpendapat bahwa
MUI belum mencabut fatwa tersebut.
Penulis kembali ingin memberi tanggapan terhadap fatwa MUI
tentang anti hadis dengan sudut pandang agak berbeda dengan yang pernah dibuat
sebelumnya. Untungnya, penulis masih dapat mendapatkan kutipan naskah fatwa
tentang anti hadis di http://media-Islam.or.id/2007/09/26/fatwa-mui-ingkar-sunnah-sesaat/. Makalah ini akan membahas fatwa MUI
tentang anti hadis yang ada dalam kutipan naskah tersebut. Pada
kesempatan ini, penulis ingin berandai-andai seolah-olah MUI membaca makalah
ini. Kemudian, penulis menyampaikan beberapa hal yang perlu diketahui oleh MUI.
Ada baiknya disampaikan kutipan keputusan MUI yang terdapat
dalam fatwa tersebut. Keputusannya adalah sebagai berikut.
“1. Aliran yang tidak mempercayai hadis Nabi Muhammad SAW sebagai
sumber hukum syari’at Islam, adalah sesat menyesatkan dan berada di luar agama Islam.
2. Kepada rnereka yang secara sadar atau tidak, telah mengikuti aliran
tersebut. agar segera bertaubat.
3. Menyerukan kepada ummat Islam untuk tidak terpengaruh dengan aliran
yang sesat itu.
4. Mengharapkan kepada para Ulama untuk memberikan bimbingan dan
petunjuk bagi mereka yang ingin bertaubat.
5. Meminta dengan sangat kepada pemerintah agar mengambil tindakan
tegas berupa larangan terhadap aliran yang tidak mempercayai Hadits Nabi
Muhammad SAW sebagai sumber Syari’at Islam”
Tampak dalam fatwa tersebut bahwa MUI beranggapan bahwa
aliran yang tidak mempercayai hadis Nabi sebagai sumber hukum dalam agama Islam
adalah sesat, menyesatkan, dan di luar agama Islam. Dengan kalimat lain, orang
yang tidak mempercayai kitab hadis dianggap sesat, menyesatkan, dan di luar agama
Islam. Sebelum menanggapinya, perlu disampaikan bahwa orang yang tidak percaya pada
kitab hadis tersebut mencakup orang yang percaya atau beriman pada Al Qur’an
dan orang-orang yang tidak beriman pada Al Qur’an. Makalah ini hanya membahas
orang-orang yang tidak beriman pada kitab hadis tetapi beriman pada Al Qur’an.
Bagi penulis, fatwa MUI tersebut menyatakan bahwa orang-orang yang hanya
beriman pada Al Qur’an saja adalah sesat, menyesatkan, dan bukan termasuk orang
beragama Islam.
Benarkah orang yang hanya beriman pada Al Qur’an saja adalah
sesat? Ayat-ayat berikut ini menjawab pertanyaan tersebut.
20:123. Allah berfirman: "Turunlah kamu berdua dari
surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka
jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut
petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. (versi Dep. Agama
RI)
2:2. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya;
petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (versi Dep. Agama RI)
Disebutkan secara tegas, terang benderang, dan eksplisit
bahwa orang yang mengikuti petunjuk Allah tidak akan sesat (20:123). Petunjuk
Allah yang dimaksud dalam kasus ini adalah Al Qur’an (2:2). Dengan demikian, menurut
Allah, orang-orang yang hanya berpedoman pada Al Qur’an saja tidak akan sesat.
Perlu diperhatikan bahwa MUI tidak mempertimbangkan 20:123
dan 2:2 sebagai dasar pembuatan fatwa tentang anti hadis tersebut. Di sinilah
letak persoalannya. Ayat-ayat Al Qur’an yang digunakan MUI sebagai dasar dalam
pembuatan fatwa tersebut hanya 3:31, 3:32, 4:59, 4:65, 4:80, 4:105, 4:150,
4:151, 59:7, dan 16:44. Ayat-ayat yang digunakan MUI tersebut tidak ada satu
pun yang menyebut kata “sesat”. Di
samping itu, fatwa tersebut hanya berisi daftar ayat terjemahan yang digunakan
tanpa disertai penjelasan tentang hubungannya dengan alasan pembuatan keputusan
dalam fatwa tersebut. Oleh sebab itu, penulis tidak menanggapi penggunaan
ayat-ayat Al Qur’an dalam fatwa tersebut karena tidak disertai penjelasan sama
sekali.
Penafsiran MUI tentang ayat-ayat Al Qur’an yang dijadikan
dasar pembuatan fatwa, yaitu 3:31, 3:32, 4:59, 4:65, 4:80, 4:105, 4:150, 4:151,
59:7, dan 16:44, dengan demikian bertentangan dengan kandungan ayat 20:123 dan
2:2. Perlu diketahui bahwa tidak mungkin ada pertentangan di antara ayat-ayat
dalam Al Qur’an karena Al Qur’an berasal dari Allah (4:82). Dengan demikian, MUI
telah melakukan penafsiran secara salah terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang
dijadikan dasar untuk membuat fatwa tentang anti hadis. Oleh sebab itu, ayat
20:123 dan 2:2 telah menggugurkan argumen MUI yang menggunakan ayat-ayat Al Qur’an
dalam pembuatan fatwa tentang anti hadis.
4:82. Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau
kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat
pertentangan yang banyak di dalamnya. (versi Dep. Agama RI)
MUI juga lupa bahwa orang yang sesat adalah mereka yang
mengikuti Iblis (15:39 dan 15:42). Ini berarti MUI melalui fatwa tersebut
menyatakan bahwa orang yang berpedoman pada Al Qur’an saja adalah pengikut
Iblis. Dengan kalimat lain, MUI menyatakan bahwa orang-orang yang mengikuti
petunjuk Allah (Al Qur’an) adalah sama dengan mengikuti Iblis. Artinya, MUI
secara tidak langsung menyatakan bahwa petunjuk Allah adalah sama dengan Iblis.
Ini adalah kesalahan yang sangat fatal. Hal ini lebih menegaskan lagi bahwa
fatwa MUI tentang anti hadis adalah salah.
15:39. Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau
telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang
baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka
semuanya, (versi Dep. Agama RI)
15:42. Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu
terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang
yang sesat. (versi Dep. Agama RI)
Di samping itu, syaitan mempunyai sifat selalu berusaha
menyesatkan manusia dari Al Qur’an (25:29). Artinya, orang yang disesatkan oleh
syaitan adalah orang yang tidak berpedoman pada Al Qur’an. Dengan kalimat lain,
orang yang berpedoman pada Al Qur’an saja tidak termasuk orang yang disesatkan
oleh syaitan. Ini juga membuktikan bahwa fatwa MUI tentang anti hadis adalah
salah.
25:29. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran
ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau
menolong manusia. (versi Dep. Agama RI)
Benarkah orang yang berpedoman pada Al Qur’an saja
menyesatkan? Sudah dijelaskan di depan bahwa ayat 20:123 dan 2:2 menegaskan
bahwa orang yang berpedoman pada Al Qur’an saja tidak akan sesat. Oleh sebab
itu, orang yang berpedoman pada Al Qur’an juga tidak akan menyesatkan. Sekali
lagi, ini menunjukkan bahwa fatwa MUI tentang anti hadis adalah salah.
Benarkah orang yang berpedoman pada Al Qur’an saja tidak
termasuk orang Islam? Yang menyebut Islam sebagai agama adalah Allah (5:3) sehingga
orang yang mengikuti petunjuk-Nya berupa Al Qur’an adalah termasuk orang Islam.
Jadi, fatwa MUI yang menyatakan bahwa orang yang hanya berpedoman pada Al
Qur’an saja bukan orang Islam adalah salah.
5:3. Diharamkan bagimu (memakan) bangkai,
darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang
tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas,
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang
disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak
panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini
orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu
janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa
karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (versi Dep. Agama RI)
MUI juga telah melakukan kesalahan dalam mengutip Al Qur’an.
Dalam kasus ini, MUI mengutip ayat Al Qur’an secara tidak lengkap. Kutipan
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Surat al-Hasyr
: 7
“apa yang diberikan Rasul kepadarnu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maku tinggalkanlah, dan bertaqwalah kepada Allah Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya “.
“apa yang diberikan Rasul kepadarnu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maku tinggalkanlah, dan bertaqwalah kepada Allah Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya “.
8. Surat An
Nahi : 44
“Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.“
“Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.“
Naskah
terjemahan kedua ayat tersebut yang lengkap versi Dep. Agama RI adalah sebagai
berikut :
59:7. Apa saja harta rampasan (fai-i) yang
diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk
kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya. (versi Dep. Agama RI)
16:44. keterangan-keterangan (mukjizat) dan
kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan, (versi Dep. Agama RI)
Pengutipan ayat Al Qur’an terjemahan secara tidak
lengkap tersebut melanggar petunjuk Allah dalam (2:159). Jika dipikir-pikir,
apa susahnya mengutip ayat terjemahan secara lengkap? Apakah terlalu panjang? Apakah
sulit diketik? Apakah menghabiskan tenaga? Apakah menghabiskan ruang? Oleh
sebab itu, penulis menduga ada maksud terselubung di balik itu. Penulis sudah
membahas tentang modus pembelokan penafsiran ayat Al Qur’an dengan cara
mengutip ayat terjemahan secara tidak lengkap di http://kajiantentangquran.blogspot.com/2009/09/al-quran-sebagai-satu-satunya-pedoman.html dan di http://kajiantentangquran.blogspot.com/2011/11/terjemahan-ayat-al-quran-bermasalah.html.
2:159.
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan
berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya
kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula)
oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati, (versi Dep. Agama RI)
Penggunaan kitab hadis sebagai dasar pembuatan fatwa tentang
anti hadis juga merupakan kesalahan karena yang diperkarakan adalah tentang
penggunaan kitab hadis itu sendiri. Di samping itu, penggunaan kitab hadis oleh
MUI sebagai dasar pembuatan fatwa merupakan bentuk pelanggaran terhadap ajaran
Allah dalam Al Qur’an, yaitu agar memutuskan perkara di antara manusia dengan kitab
Allah (5:44, 5:47, 5:48, 5:49, dan 4:105). Perlu diingat bahwa fatwa yang dibuat MUI
adalah dalam rangka memutuskan perkara di antara manusia.
5:44.
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan
cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang
Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim
mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara
kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah
kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu
menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak
memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir. (versi Dep. Agama RI)
5:47. Dan
hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah didalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut
apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.
(versi Dep. Agama RI)
5:48. Dan Kami
telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang
sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian
terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut
apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat
diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.
Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu
apa yang telah kamu perselisihkan itu, (versi Dep. Agama RI)
5:49. dan
hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan
Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah
kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa
yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang
telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki
akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka.
Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (versi
Dep. Agama RI)
4:105.
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran,
supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan
kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah),
karena (membela) orang-orang yang khianat, (versi Dep. Agama RI)
Sebenarnya, yang paling mengetahui orang yang sesat adalah
Allah (68:7) sehingga yang boleh menyatakan sesat kepada manusia adalah Allah.
Oleh sebab itu, pembuatan fatwa oleh MUI yang menyatakan sesat kepada manusia
adalah suatu kesalahan.
68:7.
Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari
jalan-Nya; dan Dia-lah Yang Paling Mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk. (versi Dep. Agama RI)
Fatwa MUI juga berisi himbauan agar orang-orang yang hanya
beriman kepada Al Qur’an saja bertaubat dan mengikuti aliran mereka, yaitu
dengan menggunakan kitab hadis sebagai pedoman. Di sini ada hal yang penting.
Perlu diketahui bahwa dalam kasus ini masing-masing pihak akan merasa tidak
sesat dan pihak lainnya dianggap sesat. Artinya, yang merasa pendapatnya benar
akan berpendapat bahwa pihak yang tidak sependapat adalah sesat. Tentu saja, bagi
penulis, yang pendapatnya benar adalah pihak penulis. Oleh sebab itu, menurut
penulis, himbauan MUI agar wajib menggunakan kitab hadis sebagai pedoman bisa
dipandang sebagai tindakan menyesatkan penulis. Tindakan menyesatkan orang lain
seperti ini mirip yang dilakukan segolongan Ahli Kitab ketika ingin menyesatkan
Nabi Muhammad (dalam terjemahan disebut dengan “kamu”) (3:69). Dijelaskan dalam ayat tersebut bahwa para Ahli Kitab
tersebut sebenarnya menyesatkan dirinya sendiri tetapi tidak menyadarinya. Artinya,
yang terjadi pada segolongan Ahli Kitab dalam 3:69 dapat terjadi pada MUI.
3:69. Segolongan dari Ahli Kitab ingin menyesatkan kamu,
padahal mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan
mereka tidak menyadarinya. (versi Dep. Agama RI)
Himbauan MUI agar pemerintah terlibat dalam masalah ini juga
tidak tepat karena masalah keimanan tidak boleh dipaksakan dengan kekuasaan. Perlu
diingat bahwa Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya (16:93).
Artinya, yang membuat orang menjadi mendapat petunjuk adalah Allah sehingga
orang tidak boleh memaksa orang lain agar mengikuti keyakinannya atau agamanya..
Selain itu, masyarakat juga tidak boleh mengikuti suatu keyakinan atau agama
hanya karena mengikuti pembesar atau pemimpin. Jangan sampai masyarakat
kemudian menyesal seperti orang-orang yang mengikuti pembesar dan pemimpin pada
jaman dahulu (33:67).
16:93. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan
kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi
petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan
ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan. (versi Dep. Agama RI)
33:67. Dan mereka berkata;:"Ya Tuhan kami, sesungguhnya
kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka
menyesatkan kami dari jalan (yang benar). (versi Dep. Agama RI)
MUI tentu sudah mengetahui bahwa Allah telah mengajarkan cara
menghadapi tuduhan sesat kepada Nabi Muhammad (34:50). Cara ini juga berlaku
bagi kita dengan cara merubah frasa “apa
yang diwahyukan Tuhan kepadaku” menjadi “petunjuk Allah berupa Al
Qur’an”. Oleh sebab itu, jika penulis dituduh sesat maka sesungguhnya
penulis sesat atas kemudharatan diri penulis sendiri, dan jika penulis mendapat
petunjuk maka itu disebabkan mengikuti petunjuk Allah berupa Al Qur’an.
34:50. Katakanlah: "Jika aku sesat maka sesungguhnya aku
sesat atas kemudharatan diriku sendiri; dan jika aku mendapat petunjuk maka itu
adalah disebabkan apa yang diwahyukan Tuhanku kepadaku. Sesungguhnya Dia Maha
Mendengar lagi Maha Dekat." (versi Dep. Agama RI)
Sebagai penutup, penulis menghimbau agar MUI
mencabut fatwa tentang anti hadis. Ulama adalah orang-orang yang takut kepada
Allah (35:28) sehingga tidak akan membuat fatwa yang bertentangan dengan Al
Qur’an.
35:28. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang
melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan
jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,
hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (versi
Dep. Agama RI)
Jangan sampai terjadi, orang yang mengikuti petunjuk Allah
menjadi khawatir dan bersedih hati karena tuduhan sesat yang dibuat MUI, tempat
berkumpulnya orang takut kepada Allah. Perlu diingat bahwa Allah telah
menjelaskan dalam 2:38 bahwa orang yang mengikuti petunjuk Allah tidak perlu
khawatir dan bersedih hati. Sayangnya, hal ini tidak terjadi di Indonesia
karena orang yang berpedoman pada Al Qur’an saja mendapat tekanan dan ancaman
dari masyarakat akibat fatwa MUI tentang anti hadis.
2:38. Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga
itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang
mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak
(pula) mereka bersedih hati." (versi Dep. Agama RI)