Senin, 27 Agustus 2012

MEMPERSEKUTUKAN ALLAH


PENDAHULUAN
Mempersekutukan Allah dengan sesuatu adalah dosa besar yang tidak diampuni-Nya (4:48 dan 4:116).

4:48. Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (versi Dep. Agama RI)

4:116. Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (versi Dep. Agama RI)

Kedua ayat di atas menegaskan bahwa mempersekutukan Allah adalah suatu perbuatan yang harus dihindari jika seseorang ingin masuk surga. Oleh karena itu, kita harus dapat mengetahui perbuatan-perbuatan yang tergolong mempersekutukan Allah dengan benar. Jangan sampai terjadi, orang merasa tidak mempersekutukan Allah tetapi ia sebenarnya melakukannya.  Oleh karena itu, penulis ingin membahas tentang perbuatan-perbuatan mempersekutukan Allah.

ALLAH HANYA SATU DAN TIDAK MEMPUNYAI SEKUTU
Allah hanya satu dan tidak mempunyai sekutu (18:110 dan 6:163).

18:110. Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa." Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya." (versi Dep. Agama RI)

6:163. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)." (versi Dep. Agama RI)

PENGERTIAN MEMPERSEKUTUKAN ALLAH
Arti Kata
Mempersekutukan Allah bermakna menganggap Allah mempunyai sekutu. Mempersekutukan Allah diistilahkan dengan syirik. Jadi, syirik berarti perbuatan mempersekutukan Allah dengan sesuatu. Orang yang berbuat syirik atau orang yang mempersekutukan Allah disebut musyrik.  Walaupun demikian, orang seringkali menggunakan istilah orang musyrik daripada musyrik. Seringkali, syirik disamakan artinya dengan perbuatan musyrik. Maksudnya, syirik adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang yang mempersekutukan Allah. Orang yang mempersekutukan Allah beranggapan bahwa Allah mempunyai sekutu (partner).

Ketika menyebutkan sesuatu yang dianggap oleh orang musyrik sebagai sekutu Allah, Allah menggunakan istilah sekutu-sekutumu atau sekutu-sekutu-Ku. Hal tersebut dijumpai dalam ayat-ayat berikut ini.

35:40. Katakanlah: "Terangkanlah kepada-Ku tentang sekutu-sekutumu yang kamu seru selain Allah. Perlihatkanlah kepada-Ku (bahagian) manakah dari bumi ini yang telah mereka ciptakan ataukah mereka mempunyai saham dalam (penciptaan) langit atau adakah Kami memberi kepada mereka sebuah Kitab sehingga mereka mendapat keterangan-keterangan yang jelas daripadanya? Sebenarnya orang-orang yang zalim itu sebahagian dari mereka tidak menjanjikan kepada sebahagian yang lain, melainkan tipuan belaka." (versi Dep. Agama RI)

10:34. Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekutumu ada yang dapat memulai penciptaan makhluk, kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali?" katakanlah: "Allah-lah yang memulai penciptaan makhluk, kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali; maka bagaimanakah kamu dipalingkan (kepada menyembah yang selain Allah)?" (versi Dep. Agama RI)

41:47. Kepada-Nyalah dikembalikan pengetahuan tentang hari Kiamat. Dan tidak ada buah-buahan keluar dari kelopaknya dan tidak seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan, melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Pada hari Tuhan memanggil mereka: "Dimanakah sekutu-sekutu-Ku itu?", mereka menjawab: "Kami nyatakan kepada Engkau bahwa tidak ada seorangpun di antara kami yang memberi kesaksian (bahwa Engkau punya sekutu)." (versi Dep. Agama RI)

18:52. Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Dia berfirman: "Serulah olehmu sekalian sekutu-sekutu-Ku yang kamu katakan itu." Mereka lalu memanggilnya tetapi sekutu-sekutu itu tidak membalas seruan mereka dan Kami adakan untuk mereka tempat kebinasaan (neraka). (versi Dep. Agama RI)

16:27. Kemudian Allah menghinakan mereka di hari kiamat, dan berfirman: "Di manakah sekutu-sekutu-Ku itu (yang karena membelanya) kamu selalu memusuhi mereka (nabi-nabi dan orang-orang mukmin)?" Berkatalah orang-orang yang telah diberi ilmu: "Sesungguhnya kehinaan dan azab hari ini ditimpakan atas orang-orang yang kafir",(versi Dep. Agama RI)

28:62. Dan (ingatlah) hari (di waktu) Allah menyeru mereka, seraya berkata: "Di manakah sekutu-sekutu-Ku yang dahulu kamu katakan?" (versi Dep. Agama RI)

28:74. Dan (ingatlah) hari (di waktu) Allah menyeru mereka, seraya berkata: "Di manakah sekutu-sekutu-Ku yang dahulu kamu katakan?" (versi Dep. Agama RI)

Ada baiknya, perlu dijelaskan lebih dahulu istilah sekutu-sekutumu dan sekutu-sekutu-Ku agar tidak membuat bingung. Mengapa digunakan sekutu-sekutumu dalam 35:40 dan 10:34? Bukankah yang dianggap mempunyai sekutu adalah Allah? Mengapa bukan sekutu-sekutu-Ku? Menurut penulis, ini merupakan ekspresi ketidakberkenanan Allah jika dianggap mempunyai sekutu. Sekutu-sekutumu yang dimaksud hanyalah anggapan orang-orang saja. Artinya, sekutu-sekutumu dalam ayat tersebut adalah sekutu-sekutu Allah yang dibuat oleh orang-orang. Dengan kalimat lain, kata ganti mu di situ berarti yang dibuat kamu, bukan milik kamu. Jadi, sekutu-sekutumu dalam ayat-ayat tersebut tidak berarti bahwa Allah menganggap orang-orang mempunyai sekutu. Di lain pihak, sekutu-sekutu-Ku berarti sekutu-sekutu Allah yang dikatakan orang. Rasa-rasanya, istilah sekutu-sekutu-Ku mudah dimengerti.

Sekutu Allah sebagai Anggapan
Mempersekutukan Allah adalah suatu perbuatan menganggap Allah mempunyai sekutu. Kata menganggap perlu digarisbawahi karena sebenarnya Allah tidak mempunyai sekutu. Dengan demikian, istilah sekutu Allah ada karena ada orang yang menganggap bahwa Allah mempunyai sekutu. Selain itu, menganggap Allah mempunyai sekutu dapat tidak disadari oleh si pelaku. Dapat terjadi, seseorang mengatakan bahwa Allah tidak mempunyai sekutu tetapi dalam kehidupannya ia melakukan perbuatan yang dapat dikategorikan termasuk perbuatan mempersekutukan Allah. Mempersekutukan Allah adalah suatu perbuatan. Oleh sebab itu, perbuatan seseorang lebih tepat untuk dijadikan sebagai indikator untuk mengetahui kesyirikan seseorang. Jadi, orang yang mengatakan bahwa Allah tidak mempunyai sekutu belum tentu tidak mempersekutukan Allah. Dengan kalimat lain, orang yang mengaku tidak mempersekutukan Allah belum tentu tidak mempersekutukan Allah.

Selain itu, yang dianggap sebagai sekutu Allah adalah sama dengan tuhan selain Allah. Maksudnya, orang yang beranggapan bahwa ada tuhan selain Allah adalah sama dengan musyrik.  

Alasan Mempersekutukan Allah
Alasan mempersekutukan Allah adalah agar yang dijadikan sebagai sekutu Allah menjadi pemberi syafa’at (10:18) dan membuat menjadi lebih dekat kepada Allah (46:28 dan 39:3).

10:18. Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah." Katakanlah: "Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?" Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka mempersekutukan (itu). (versi Dep. Agama RI)

46:28. Maka mengapa yang mereka sembah selain Allah sebagai Tuhan untuk mendekatkan diri (kepada Allah) tidak dapat menolong mereka. Bahkan tuhan-tuhan itu telah lenyap dari mereka? Itulah akibat kebohongan mereka dan apa yang dahulu mereka ada-adakan.

39:3. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya." Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.

CONTOH MEMPERSEKUTUKAN ALLAH DALAM AL QUR’AN
Contoh syirik yang paling nyata adalah perbuatan orang yang menganggap Al Masih putera Maryam adalah Allah (5:72).

5:72. Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu." Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. (versi Dep. Agama RI)

Sebenarnya, ayat 5:72 sudah menerangkan dengan jelas bahwa tindakan menganggap Al Masih sebagai Allah adalah perbuatan mempersekutukan Allah. Walaupun demikian, tidak ada salahnya untuk membuat sedikit pembahasan. Sepintas lalu terkesan bahwa tidak ada syirik di situ karena yang dianggap Allah yang satu adalah Al Masih. Dalam hal ini, Al Masih dianggap sebagai jelmaan Allah. Namun, jika demikian anggapannya, ketika Al Masih hidup, Allah dianggap hanya beraktivitas seperti Al Masih. Ini adalah tidak mungkin karena Allah hidup kekal, terus menerus mengurus makhluk-Nya, tidak mengantuk, dan tidak tidur (2:255). Dengan demikian, Allah dan Al Masih ada pada saat yang sama. Oleh karena itu, Allah dan Al Masih tidak sama. Dalam hal ini, Al Masih hanyalah makhluk yang telah dianggap sebagai tuhan selain Allah. Di sinilah letak kesyirikan tersebut. Sebagai sekutu Allah, Al Masih diperlakukan seperti Tuhan.

2:255. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (versi Dep. Agama RI)

Contoh yang lain adalah anggapan bahwa Allah mempunyai anak (17:40; 6:100; dan 9:30). Yang dianggap sebagai anak Tuhan adalah sesuatu yang dijadikan sebagai sekutu Allah.

17:40. Maka apakah patut Tuhan memilihkan bagimu anak-anak laki-laki sedang Dia sendiri mengambil anak-anak perempuan di antara para malaikat? Sesungguhnya kamu benar-benar mengucapkan kata-kata yang besar (dosanya). (versi Dep. Agama RI)

6:100. Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): "Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan", tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan. (versi Dep. Agama RI)

9:30. Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata: "Al Masih itu putera Allah." Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling? (versi Dep. Agama RI)

Selain itu, ayat-ayat tersebut menerangkan bahwa yang dijadikan sebagai sekutu Allah meliputi manusia, jin, dan malaikat.

SYIRIK KARENA SELAIN KITAB ALLAH
Manusia diciptakan untuk mengabdi kepada Allah (51:56). Dalam hal ini, manusia hanyalah hamba (budak) Allah (19:93). Kewajiban seorang hamba Allah adalah hanya mengikuti kehendak Tuhannya, yaitu Allah. Manusia tidak boleh mengikuti kehendak selain Allah. Kehendak Allah tertuang dalam kitab-kitab Allah dalam bentuk ajaran-ajaran. Yang tertuang dalam selain kitab Allah adalah bukan ajaran-ajaran Allah, tetapi ajaran-ajaran selain Allah. Dengan demikian, perbuatan mengikuti ajaran dalam kitab selain kitab Allah berarti mengikuti ajaran selain Allah. Perlu pula ditambahkan di sini bahwa yang perlu ditekan di sini adalah pembuat ajaran-ajaran tersebut, bukan isi ajaran-ajaran tersebut. Maksudnya, dapat saja terjadi, tuhan selain Allah membuat suatu ajaran yang kebetulan sama dengan ajaran Allah. Oleh karena itu, beriman kepada selain kitab Allah adalah perbuatan mempersekutukan Allah.

51:56. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (versi Dep. Agama RI)

19:93. Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. (versi Dep. Agama RI)

Kitab selain kitab Allah dapat berupa kitab Allah yang telah diubah dan kitab buatan manusia biasa. Kitab Allah sebelum Al Qur’an telah diubah manusia sehingga melahirkan perbuatan mempersekutukan Allah seperti yang terungkap dalam 5:72 dan 9:30 yang telah dibahas sebelumnya. Meskipun perubahan tersebut mungkin tidak seratus persen, kitab-kitab semacam itu telah mengajarkan syirik sehingga dapat dikelompokkan sebagai bukan kitab Allah lagi.

Contoh kitab selain kitab Allah buatan manusia paling utama adalah kitab hadis. Kitab ini berisi perkataan, perbuatan, dan sikap Nabi Muhammad yang dibuat tanpa sepengetahuan Nabi Muhammad. Kitab hadis dijadikan sebagai pedoman oleh sebagian besar umat islam. Isinya dianggap sebagai ajaran Rasul Allah.

Sebagaian besar umat islam mengikuti kitab Allah, yakni Al Qur’an, dan kitab selain kitab Allah, yakni kitab hadis. Penulis ingin menunjukkan bahwa perbuatan tersebut menyebabkan perbuatan mempersekutukan Allah. Telah dibahas di muka bahwa sebagai hamba Allah, manusia hanya wajib mengabdi kepada Allah dengan cara mengikuti semua kehendak Allah. Mengikuti ajaran dalam Al Qur’an adalah sudah dijamin kebenarannya karena ajaran tersebut adalah kehendak Allah. Di lain pihak, mengikuti ajaran dalam kitab hadis adalah mengikuti ajaran dari selain Allah yang dianggap sama dengan Allah. Di sini, selain Alah yang membuat ajaran dalam kitab hadis telah dianggap sebagai tuhan selain Allah. Oleh karena itu, kitab hadis merupakan sumber perbuatan mempersekutukan Allah. Berikut ini adalah sejumlah perbuatan mempersekutukan Allah yang terjadi di masyarakat yang bersumber dari kitab buatan manusia.

Mengingat Allah dan Selain Allah Secara Bersama-sama
Kita sering mendengar seseorang berpidato yang menyebut nama Allah dan menyebut nama Muhammad pada awal pidatonya. Selain itu, banyak orang mengingat Nabi Muhammad ketika shalat. Ada pula orang yang berdoa kepada Allah dengan menyebut Muhammad. Perbuatan-perbuatan tersebut merupakan perbuatan mengingat Allah dan selain Allah secara bersama-sama. Padahal, Allah hanya memerintahkan kita agar hanya mengingat Allah saja (33:41). Ketika shalat, orang juga diperintahkan agar hanya mengingat Allah saja (20:14). Kita secara tegas telah dilarang untuk menyebut nama atau menyeru atau memanggil siapapun bersama-sama dengan Allah (72:18). Mengapa Nabi Muhammad diingat secara bersama-sama ketika Allah diingat? Jawabannya adalah karena Nabi Muhammad telah dijadikan sebagai sekutu Allah. Dalam hal ini, Nabi Muhammad dianggap berhak untuk diingat seperti Tuhan.

33:41. O you who believe! Remember Allah with much remembrance. (Hai orang yang beriman! Ingatlah Allah dengan pengingatan yang banyak.) (Versi Dr. Shehnaz Shaikh dan Ms. Kausar Khatri)

20:14. Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (versi Dep. Agama RI)

72:18 "And the places of worship are for Allah (alone): So invoke not any one along with Allah; (Dan tempat untuk sembahyang adalah untuk Allah (semata): Maka janganlah menyebut siapapun bersama-sama dengan Allah (versi Abdullah Yusuf Ali)

Perilaku menyebut nama Allah bersama-sama dengan tuhan selain Allah disebutkan dalam 39:45. Orang-orang musyrik sangat senang jika sesembahan mereka disebut bersama-sama dengan nama Allah. Dan sebaliknya, mereka sangat kecewa jika sesembahan mereka tidak disebut bersama-sama dengan nama Allah. Mereka mencintai sesembahan selain Allah sama seperti mencintai Allah (2:165).

39:45. Dan apabila hanya nama Allah saja disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila nama sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati. (versi Dep. Agama RI)

2:165. Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (versi Dep. Agama RI)

Ajaran Allah dan Ajaran Rasul
Sebagai hamba, manusia hanya diperintahkan agar menyembah Allah saja dengan cara mengikuti semua ajaran-Nya. Karena Allah hanya satu, ajaran Allah pasti hanya satu. Dalam kenyataan, banyak orang yang beranggapan bahwa ada ajaran Rasul. Ajaran Rasul dijadikan sebagai pedoman seperti ajaran Allah meskipun bertentangan dengan Al Qur’an atau tidak dijumpai dalam Al Qur’an. Dalam hal ini, Rasul Allah telah diperlakukan menjadi tuhan selain Allah.

Muhammad Sang Pemberi Syafa’at
Pemberi syafa’at adalah mereka yang dianggap menjadi perantara atau mediator antara Tuhan dan manusia dalam proses pemberian kemanfaatan atau penghilangan kemudharatan dari Allah. Artinya, pemberian kemanfaatan atau penghilangan kemudharatan dari Allah dapat terjadi karena peranan pemberi syafa’at.

Yang dijadikan sekutu-sekutu Allah oleh manusia dianggap sebagai pemberi syafa’at  walaupun mereka tidak bisa mendatangkan kemudharatan dan kemanfaatan (10:18). Yang dianggap sebagai sekutu-sekutu Allah tersebut dapat berupa malaikat, orang-orang yang dianggap dekat dengan Allah, atau orang-orang yang dianggap dikasihi Allah.  

Banyak orang berharap mendapatkan syafa’at Nabi Muhammad pada hari kiamat. Dalam hal ini, Nabi Muhammad dianggap sebagai mediator atau perantara dalam proses pemberian pertolongan dalam penentuan seseorang masuk surga atau neraka pada hari kiamat. Barangkali, alasannya adalah karena Nabi Muhammad adalah manusia yang dekat dan dicintai Allah. Untuk mewujudkan harapannya, mereka melakukan peribadatan dengan cara bershalawat dan memberi salam kepada orang yang dikasihi Allah. Padahal, tidak ada pemberi syafa’at pada hari kiamat (2:48). Ini berarti bahwa Nabi Muhammad juga tidak bisa memberi syafa’at pada hari kiamat. Selain itu, perlu diingat bahwa Nabi Muhammad juga tidak bisa memberi kemanfaatan dan kemudharatan (72:21). Jadi, perilaku menganggap Nabi Muhammad sebagai pemberi syafa’at adalah sama dengan perilaku orang yang menganggap sekutu Allah sebagai pemberi syafa’at yang diterangkan dalam 10:18. Dengan demikian, Nabi Muhammad telah diperlakukan sebagai sekutu Allah.

2:48. Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa'at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong. (versi Dep. Agama RI)

72:21. Katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatanpun kepadamu dan tidak (pula) suatu kemanfaatan." (versi Dep. Agama RI)

Tambahan, Allah juga tidak mengambil sekutu ketika membuat suatu keputusan (18:26). Ini berari bahwa ketika menetapkan seseorang masuk surga atau neraka, Allah juga tidak mengambil sekutu. Dengan demikian, Allah tidak membutuhkan Nabi Muhammad dalam memutuskan seseorang masuk surga atau neraka. Orang yang beranggapan bahwa Nabi Muhammad dapat memberi syafaat pada hari kiamat adalah orang yang menganggap Nabi Muhammad adalah sekutu Allah.

18:26. Katakanlah: "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindungpun bagi mereka selain dari pada-Nya; dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan."

Tuduhan Sesat kepada Pengiman Al Qur’an Saja
Allah telah menegaskan bahwa orang-orang yang mengikuti petunjuk Allah (dalam hal ini Al Qur’an) tidak akan sesat (20:123). Namun, para ulama islam menuduh orang-orang yang hanya beriman kepada Al Qur’an saja sebagai orang sesat. Jika para ulama tersebut hanya mempunyai satu Tuhan pasti tidak akan menyatakan sesat kepada orang-orang yang hanya beriman kepada Al Qur’an saja karena Allah sebagai satu-satunya Tuhan telah menyatakan bahwa orang-orang yang hanya beriman kepada Al Qur’an tidak akan sesat. Jadi, yang menyebabkan mereka menyatakan bahwa orang-orang yang hanya beriman kepada Al Qur’an sebagai orang-orang sesat adalah karena mereka mempunyai tuhan selain Allah.

20:123. Allah berfirman: "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. (versi Dep. Agama RI)

Golongan-golongan Agama
Dahulu, manusia adalah satu umat dan kemudian terjadi perselisihan (10:19). Perselisihan di antara manusia telah menyebabkan golongan-golongan.

10:19. Manusia dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih. Kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah telah diberi keputusan di antara mereka, tentang apa yang mereka perselisihkan itu. (versi Dep. Agama RI)

Keberadaan golongan-golongan dalam agama adalah indikator perbuatan mempersekutukan Allah. Seperti kita ketahui bahwa di dunia ini ada banyak agama. Dalam tiap agama, ada golongan-golongan yang lebih kecil. Dalam golongan-golongan yang lebih kecil tersebut, mungkin ada golongan-golongan lagi. Ayat-ayat yang menerangkan hal tersebut adalah 30:31 dan 30:32.

30:31. dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, (Versi Dep. Agama RI)

30:32. yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (Versi Dep. Agama RI)

Hal ini perlu dijadikan renungan orang yang mengikuti suatu sekte atau kelompok atau agama agar tidak tergolong orang-orang yang mempersekutukan Allah. Menurut penulis, keanekaragaman sekte atau kelompok atau agama terjadi karena penggunaan kitab selain kitab Allah, yaitu kitab buatan manusia atau kitab Allah yang telah diubah. Dalam kitab buatan manusia dan kitab Allah yang telah diubah, ada ajaran dari selain Allah. Yang dimaksud dengan selain Allah tersebut adalah tuhan selain Allah yang dianggap sebagai sekutu Allah. Mungkin banyak yang tidak menyadari hal ini. Bagaimanapun juga, kebenaran hubungan antara golongan-golongan agama dan perbuatan mempersekutukan Allah adalah sesuatu yang tidak bisa dibantah lagi (30:31 dan 30:32).

Mengharamkan dan Menghalalkan
Ada orang-orang yang menghalalkan dan mengaramkan sesuatu yang tidak diajarkan Allah dalam kitab-Nya. Mereka mengikuti yang diajarkan dalam selain kitab Allah yang dibuat oleh selain Allah. Artinya, mereka mengikuti ajaran dari selain Allah. Padahal, menghalalkan dan mengharamkan adalah hak Allah (10:59). Nabi Muhammad juga tidak boleh menentukan keharaman dan kehalalan sesuatu (66:1). Keharaman dan kehalalan yang disampaikan Nabi Muhammad pasti sama dengan yang ada di Al Qur’an karena yang disampaikannya adalah wahyu Allah berupa Al Qur’an (6:145). Jadi, mereka sesungguhya mempunyai tuhan selain Allah. Dalam hal ini, mereka telah menganggap Nabi Muhammad sebagai sekutu-Nya.

10:59. Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal." Katakanlah: "Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah ?" (versi Dep. Agama RI)

66:1. Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (versi Dep. Agama RI)

6:145. Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (versi Dep. Agama RI)

Dapat disimpulkan di sini bahwa beriman kepada selain kitab Allah adalah perbuatan mempersekutukan Allah. Selain itu, selain kitab Allah merupakan sumber perbuatan mempersekutukan Allah.

PENGOBATAN AJAIB
Kita sering mengamati fenomena pengobatan alternatif yang menggunakan keajaiban. Maksudnya, proses pengobatan tersebut hanya mengandalkan doa. Yang menarik, para ahli pengobatan ajaib semacam itu mempromosikannya di media cetak maupun media elektronik. Mereka seolah-olah sangat percaya diri dapat menjadi ahli penyembuh. Penampilan mereka di televisi memperlihatkan bahwa mereka seperti orang yang percaya diri seolah-olah Tuhan akan selalu memberi ijin kepada mereka untuk menyembuhkan penyakit pasiennya. Bagi penulis, sikap seperti itu hanya menimbulkan pertanyaan. Apakah Tuhan telah ditaklukkan oleh mereka sehingga selalu mengikuti semua perintah mereka?

Allah yang menyembuhkan penyakit. Hal tersebut tercermin dari perkataan Nabi Ibrahim (26:80). Jika ingin sembuh, kita tentu memohon kepada Allah dengan doa agar menjadi sembuh. Ekspresi orang yang berdoa kepada Allah secara benar adalah harap-cemas atau antara takut dan harapan (7:56 dan 21:90). Jika mereka mengatakan bahwa semua kesembuhan karena ijin Allah, mengapa wajah mereka dan sikap mereka tidak mencerminkan orang yang harap-cemas atau antara takut dan harapan? Dari sini, penulis berpendapat bahwa Allah yang dimaksudkan mereka bukan Allah yang disebutkan dalam Al Qur’an. Artinya, ada yang bekerja untuk mereka yang bisa diperintah sesuai kehendak mereka dalam proses pengobatan.

26:80. dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, (versi Dep. Agama RI)

7:56. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (versi Dep. Agama RI)

21:90. Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami. (versi Dep. Agama RI)

Adakah yang dijadikan tuhan selain Allah dalam hal ini? Yang dimaksud sebagai penyembuh oleh mereka adalah sesuatu yang tunduk mengikuti keinginan mereka. Akan tetapi, mereka mengaku bahwa  yang menyembuhkan adalah Allah. Tentu saja, sesuatu yang tunduk mengikuti keinginan mereka sudah pasti adalah selain Allah. Artinya, yang dimaksud dengan Allah oleh mereka adalah selain Allah. Jadi, ada sesuatu yang dijadikan sebagai tuhan selain Allah oleh para ahli pengobatan ajaib.

Bagi orang yang berobat, para ahli pengobatan ajaib dianggap sebagai perantara dalam mendapat pertolongan Tuhan (pemberi syafa’at). Mereka meminta pertolongan kepada para ahli pengobatan ajaib agar mendoakan mereka supaya sembuh dari penyakitnya. Para ahli pengobatan ajaib dianggap sebagai orang yang dekat dengan Tuhan sehingga doanya dianggap akan dikabulkan. Di sisi lain, para ahli pengobatan ajaib juga berperilaku seperti membenarkan anggapan orang-orang yang berobat kepada mereka. Dalam hal ini, para ahli pengobatan ajaib telah dianggap sebagai tuhan selain Allah (sekutu Allah) oleh orang-orang yang berobat kepada mereka. Artinya, di samping meminta pertolongan kepada Allah, mereka yang berobat kepada para ahli pengobatan ajaib juga meminta pertolongan kepada orang yang dianggap sebagai sekutu-Nya

PESUGIHAN
Fenomena orang mencari pesugihan sudah bukan rahasia lagi. Pesugihan adalah suatu cara mendapatan kekayaan dengan bantuan jin. Setidak-tidaknya, itulah definisi yang dibuat berdasarkan informasi dari cerita di masyarakat dan media masa. Mereka yang mencari kekayaan melalui pesugihan tersebut melakukan peribadatan yang caranya dibuat oleh jin. Jin inilah yang dianggap sebagai tuhan selain Allah.

PELINDUNG DAN PENOLONG SELAIN ALLAH
Seringkali kita mendengar orang mempunyai pelindung dan penolong yang selain Allah untuk menghindari kejahatan atau bencana. Pelindung dan penolong yang selain Allah tersebut berupa benda ajaib (jimat) atau pagar ghaib. Ada pula orang yang meminta perlindungan dan pertolongan dari yang dianggap sebagai arwah orang suci atau orang sakti. Ini adalah syirik karena pelindung dan penolong manusia hanya Allah (9:116 dan 13:16).

9:116. Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dan sekali-kali tidak ada pelindung dan penolong bagimu selain Allah. (versi Dep. Agama RI)

13:16. Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah." Katakanlah: "Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?." Katakanlah: "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?" Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa." (versi Dep. Agama RI)

TRADISI RITUAL UNGKAPAN SYUKUR
Di tengah masyarakat, ada tradisi ritual untuk mengungkapkan syukur atas rejeki dalam bentuk hasil panen, keamanan, ternak, dan lain-lain yang telah diberikan Tuhan. Kegiatan ritual tersebut bervariasi, misalnya berupa pemberian sesaji, pemberian sesaji diikuti dengan makan bersama, atau pemberian sesaji disertai tari-tarian. Kegiatan ritual semacam itu tidak diajarkan dalam Al Qur’an. Jadi, ”Tuhan” yang dimaksudkan oleh pelaku ritual adalah bukan Allah. Yang dimaksudkan ”Tuhan” oleh pelaku ritual adalah tuhan selain Allah.

RENUNGAN
Sebelum ditutup, penulis ingin mengajak pembaca merenungkan ayat-ayat berikut ini (12:103 dan 12:106).

12:103. Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman - walaupun kamu sangat menginginkannya-.(versi Dep. Agama RI)

12:106. Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain). (versi Dep. Agama RI)

Nabi Muhammad diberitahu Allah bahwa meskipun beliau ingin manusia menjadi beriman tetapi sebagian besar manusia tidak akan beriman (12:103). Artinya, walaupun keinginan beliau tersebut sudah diimplementasikan secara nyata melalui dakwah, sebagian besar manusia tidak akan beriman. Penulis akan menekankan pada satu kata, yaitu akan. Kata akan menerangkan bahwa kalimat tersebut bermakna prediktif. Artinya, jika Nabi mempunyai keinginan agar manusia beriman dengan disertai usaha untuk mewujudkannya, sebagian besar manusia tidak akan menjadi beriman. Bagi penulis, ini adalah suatu kebenaran karena yang menyatakannya adalah Allah. Pelajaran yang dapat diambil adalah bahwa kehadiran seorang Rasul Allah hanya mampu membuat sebagian kecil manusia menjadi beriman. Dijelaskan lebih lanjut dalam 12:106 bahwa sebagian besar dari mereka tidak beriman dan dalam keadaan mempersekutukan Allah. Coba bayangkan! Sebagian besar anggota masyarakat yang di dalamnya ada seorang Rasul Allah adalah tidak beriman dan dalam keadaan mempersekutukan Allah. Bagaimana dengan masyarakat yang ada sekarang ini, yang tidak ada Rasul Allah di dalamnya? Mungkin, persentase orang yang tidak beriman dan dalam keadaan mempersekutukan Allah akan sama atau bahkan jauh lebih besar daripada persentase pada saat itu. Ayat 17:62 juga mengindikasikan bahwa hanya sebagian kecil saja yang akan beriman. Apakah kita termasuk ke dalam yang sebagian besar atau yang sebagian kecil? Kita dapat merenungkannya sendiri.

17:62. Dia (iblis) berkata: "Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebahagian kecil." (versi Dep. Agama RI)

Kita berharap agar jangan sampai termasuk ke dalam golongan orang-orang yang tidak beriman dan dalam keadaan mempersekutukan Allah. Kita harus selalu waspada bahwa syaitan selalu berusaha menyesatkan manusia dari jalan yang lurus. Dan yang perlu diperhatikan adalah bahwa orang yang disesatkannya akan menyangka mendapat petunjuk (menyangka tidak sesat) (43:37).

43:37. Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk. (versi Dep. Agama RI)

PENUTUP
Demikianlah pembahasan tentang mempersekutukan Allah dalam makalah ini. Makalah ini adalah hasil revisi pertama makalah yang sudah dipublikasikan sebelumnya. Revisi akan dilakukan apabila terjadi perubahan persepsi pada diri penulis.

Rabu, 20 Juli 2011

MAAF MEMAAFKAN

PENDAHULUAN
Selama bulan Syawal sesudah puasa Ramadhan, masyarakat kita menyelenggarakan acara halal bihalal. Dalam halal bihalal tersebut dilakukan kegiatan saling bersalaman dengan maksud saling maaf-memaafkan. Bagaimanakah sesungguhnya ajaran Allah tentang maaf-memaafkan tersebut? Makalah ini ditulis untuk menjawab pertanyaan tersebut. Al Qur’an terjemahan yang digunakan adalah versi Dep. Agama RI yang tertulis dalam program komputer Al Qur’an digital vesi 2.1.

MEMBERI MAAF
Memberi maaf atas kesalahan orang lain adalah salah satu ciri orang bertaqwa (3:133) dan 3:134).

3:133. Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,

3:134. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Meskipun kita diperbolehkan tidak memberi maaf dengan cara melakukan pembalasan atas kejahatan yang dilakukan seseorang dengan kejahatan serupa, Allah menganjurkan untuk memberi maaf kepada orang yang berbuat kejahatan kepada kita (42:40). Memberi maaf adalah sikap yang diutamakan di sisi Allah (42:43). Memaafkan kesalahan orang lain juga disebut dalam 4:149 sebagai amal yang baik. Disebutkan pula dalam 2:263 bahwa pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan perasaan si penerima. Perintah agar menjadi orang yang pemaaf disebutkan dalam 7:199.

42:40. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.

42:43. Tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan, sesungguhnya (perbuatan ) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.

4:149. Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Kuasa.

2:263. Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.

7:199. Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.

Jadi, dapat dikatakan di sini bahwa pemberian maaf adalah perintah Allah yang sangat dianjurkan oleh Allah. Disebutkan dianjurkan karena tidak memberi maaf juga tidak berdosa. Akan tetapi, jika kita ingin disebut sebagai orang bertaqwa, pemberian maaf adalah suatu kewajiban.

MEMINTA MAAF
Di dalam Al Qur’an tidak ditemukan perintah agar kita meminta maaf kepada orang lain sehubungan dengan kejahatan yang kita lakukan. Yang ada adalah perintah agar meminta ampun kepada Allah (27:46; 11:3; dan 8:33).

27:46. Dia berkata: "Hai kaumku mengapa kamu minta disegerakan keburukan sebelum (kamu minta) kebaikan? Hendaklah kamu meminta ampun kepada Allah, agar kamu mendapat rahmat."

11:3. dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.

8:33. Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun

Jika kita berbuat kesalahan kepada orang lain, kita sesungguhnya telah berbuat dosa. Yang dapat mengampuni dosa adalah Allah sehingga kita meminta ampunan dari Allah atas dosa kita tersebut.

PEMBAHASAN
Absensi perintah meminta maaf dalam Al Qur’an hendaknya menyadarkan tiap orang agar tidak mengharapkan permintaan maaf dari orang lain. Artinya, pemberian maaf kepada seseorang tidak bergantung pada keberadaan permintaan maaf. Selain itu, absensi perintah meminta maaf bermakna bahwa meminta maaf kepada orang lain bukan merupakan suatu keharusan. Artinya, permintaan maaf boleh dilakukan tetapi juga boleh tidak dilakukan.

Barangkali, yang perlu dipertimbangkan dalam keputusan untuk meminta maaf adalah implikasinya pada kualitas interaksi di antara manusia. Permintaan maaf penting untuk menghindari pembalasan atas suatu kejahatan dengan kejahatan serupa.

Yang perlu diusahakan oleh orang yang dijahati atau disalahi atau dizalami adalah memberi maaf kepada yang berbuat jahat atau berbuat salah atau berbuat zalim. Di lain pihak, yang perlu diusahakan oleh yang berbuat jahat atau berbuat salah atau berbuat zalim adalah meminta ampun kepada Allah.

PERSEPSI KELIRU
Seringkali kita mendengar orang berkata bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa seseorang jika orang yang dizalimi belum memberi maaf. Ini adalah persepsi yang tidak masuk akal karena Allah Maha Pengampun (85:14). Di samping itu, sudah terungkap sebelumnya bahwa Allah mengajarkan kepada manusia agar menjadi orang yang pemaaf sehingga tidak mungkin Allah akan berpihak pada orang yang tidak pemaaf. Tambahan, persepsi seperti itu bertentangan dengan 18:26 yang menyebutkan bahwa Allah tidak membutuhkan seseorang sekutu dalam membuat keputusan. Dengan demikian, keputusan Allah dalam memberi ampun kepada seseorang juga tidak tergantung pada manusia.

85:14. Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih,

18:26. Katakanlah: "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindungpun bagi mereka selain dari pada-Nya; dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan."

PENUTUP

Jika kita ingin disebut sebagai orang bertaqwa, kita wajib memberi maaf atas kesalahan orang lain tanpa harus ada permintaan maaf. Jika kita berbuat dosa kepada orang lain, kita wajib meminta ampun kepada Allah. Permintaan maaf kepada orang lain penting untuk menghindari pembalasan atas suatu kejahatan dengan kejahatan serupa atau untuk meningkatkan kualitas pergaulan. Jika ada perubahan persepsi pada diri penulis, revisi akan dilakukan.

Kamis, 03 September 2009

AL QUR'AN SEBAGAI SATU-SATUNYA PEDOMAN DALAM AGAMA ISLAM

PENDAHULUAN

Penulis merasa terpanggil untuk membuat makalah khusus yang menegaskan bahwa Allah menghendaki Al Qur’an sebagai satu-satunya pedoman dalam islam. Meskipun sudah disinggung dalam beberapa makalah dalam blog ini, makalah yang menegaskan hal ini tampaknya perlu dibuat untuk menghindari kebingungan masyarakat. Kebingungan itu sering tercermin pada komentar sejumlah orang di internet berkaitan dengan pertentangan antara isi kitab hadis dan Al Qur’an. Al Qur’an terjemahan yang digunakan untuk membahas adalah versi Dep. Agama RI dalam program komputer Al Qur’an Digital versi 2.1.


AL QUR’AN SEBAGAI SATU-SATUNYA PEDOMAN DALAM ISLAM

Allah menjelaskan bahwa hanya Al Qur’an dan kitab sebelumnya saja yang wajib diimani oleh orang bertaqwa (2:4). Ayat 2:4 adalah kelanjutan dari ayat 2:2.


2:2. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,


2:3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.


2:4. dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.


Jadi, salah satu kriteria orang bertaqwa adalah beriman kepada Al Qur’an dan kitab-kitab sebelumnya. Kemudian, Al Qur’an bersifat membenarkan kitab-kitab sebelumnya (10:37) sehingga beriman kepada Al Qur’an saja sudah cukup.


10:37. Tidaklah mungkin Al Quran ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Quran itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.


Ayat 2:4 harus dipandang sebagai petunjuk yang wajib dijalankan. Dalam ayat itu, Allah hanya memerintahkan kita untuk beriman kepada Al Qur’an saja. Dengan kata lain, orang bertaqwa adalah orang yang beriman kepada Al Qur’an saja.


Meskipun uraian di atas sudah cukup untuk dijadikan pegangan bahwa Al Qur’an adalah satu-satunya pedoman dalam islam, ada baiknya dilakukan pembahasan lebih lanjut agar menjadi lebih jelas. Dalam Al Qur’an, Allah dengan sangat jelas memerintahkan kepada manusia supaya menjadikan kitab Allah sebagai alat untuk memutuskan perkara yang terjadi di antara manusia. Perintah seperti itu diturunkan pada jaman Nabi Musa (5:44), Nabi Isa (5:47), dan Nabi Muhammad (5:48 dan 5:49). Tampak di sini bahwa semua informasi itu ada dalam satu surat, yaitu Al Maa’idah. Ini menunjukkan penegasan Allah tentang penggunaan kitab Allah sebagai pedoman dalam pemutusan suatu perkara di antara manusia.


5:44. Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.


5:47. Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.


5:48. Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,


5:49. dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.


Perintah penggunaan kitab Allah sebagai pedoman dalam memutuskan perkara di antara manusia juga dijumpai dalam 4:105.


4:105. Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat,


Ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa Al Qur’an merupakan satu-satunya pedoman dalam islam. Untuk menjelaskannya, kita perlu membahas tentang kata perkara. Perkara pada dasarnya adalah masalah. Masalah dapat dinyatakan dengan pertanyaan. Pertanyaan dapat diajukan oleh seseorang atau beberapa orang yang terlibat dalam suatu masalah. Pertanyaan membutuhkan jawaban yang benar. Jawaban yang benar ada di Al Qur’an. Atau, sesuatu yang sesuai dengan Al Qur’an adalah benar. Demikanlah kurang lebih alur pikirnya.


Jika kita ingin menanyakan sesuatu tentang agama, kitab yang diperintahkan untuk dijadikan pedoman untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah Al Qur’an. Selain itu, aturan perundang-undangan dalam suatu negara juga harus sesuai dengan Al Qur’an sehingga keputusan suatu perkara yang dihasilkan secara tidak langsung sudah dibuat berdasarkan Al Qur’an.


Penulis ingin menjelaskan lebih lanjut tentang hal di atas dengan contoh. Misalnya, ada dua orang yang berbeda pendapat tentang waktu shalat. Bagaimana cara memutuskan perkara tersebut? Menurut Allah, kita wajib hanya menggunakan Al Qur’an saja sebagai pedoman untuk memutuskan perkara itu. Jika kita menggunakan kitab hadis atau kitab selain Al Qur’an lainnya, kita akan melanggar perintah Allah. Sekali lagi, kita wajib hanya menggunakan Al Qur’an saja dalam memutuskan perkara tersebut. Caranya, kita mengaji Al Qur’an tentang waktu shalat. Dalam khasus contoh ini, waktu shalat yang sesuai dengan yang ada dalam Al Qur’an adalah yang benar.


Alinea di atas menunjukkan bahwa semua pertanyaan masalah agama harus dijawab dengan Al Qur’an saja, sekali lagi, hanya Al Qur’an saja. Pertanyaan tentang cara masuk islam, cara berpuasa, cara shalat, cara berjihad, cara berwudlu, waktu shalat, cara bersedekah, cara masuk surga, nama malaikat, keharaman, cara berpakaian, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya wajib dijawab berdasarkan Al Qur’an saja. Oleh karena itu, menurut Allah, satu-satunya pedoman dalam islam adalah Al Qur’an.


Sebagai tambahan, dalam Al Qur’an diceritakan bahwa orang yang tidak beriman kepada Al Qur’an karena disesatkan syaitan akan menyesal di akhirat (25:29) dan Nabi Muhammad akan mengatakan bahwa mereka dahulu telah mengabaikan Al Qur’an (25:30). Kedua ayat ini menegaskan bahwa Nabi Muhammad mengingatkan agar kaumnya hanya mengimani Al Qur’an saja.


25:29. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.


25:30. Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan."


KHARAKTERISTIK AL QUR’AN SEBAGAI SATU-SATUNYA PEDOMAN

Dalam 12:111 Allah menjelaskan bahwa Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.


12:111. Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.


Selain itu, Al Qur’an adalah benar dan adil, sempurna, rapi, rinci penjelasannya, jelas ayatnya, dan tidak meragukan (6:115; 11:1; 2:99; dan 2:2). Tidak ada yang bisa merubah kalimat-Nya dan Allah akan selalu memelihara-Nya (6:115 dan 15;9).


6:115. Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.


11:1. Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu,


2:99. Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar kepadanya, melainkan orang-orang yang fasik.


2:2. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,


15:9. Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya


Allah juga sudah memasukkan segala sesuatu yang harus dimasukkan kedalam Al Qur’an (6:38).


6:38. Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.


Dapat disampaikan di sini bahwa Al Qur’an benar-benar kitab yang dijadikan sebagai pedoman dalam islam.


KITAB HADIS BUKAN PEDOMAN DALAM ISLAM

Kitab hadis diyakini sebagian besar orang islam sebagai pedoman kedua setelah Al Qur’an. Alasan mereka yang sederhana adalah bahwa beriman kepada Al Qur’an adalah implementasi ketaatan kepada Allah sedangkan beriman kepada kitab hadis adalah sebagai implementasi ketaatan kepada Rasul. Benarkah demikian? Di sini, akan diuraikan bahwa penggunaan kitab hadis tidak didukung oleh ayat-ayat Al Qur’an.


Kekeliruan Persepsi tentang Taat Kepada Rasul

Perintah agar taat kepada Rasul Allah ada di 4:80.


4:80. Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.


Ayat 4:80 di atas memang menjelaskan bahwa kita wajib taat kepada Rasul. Setiap orang akan membenarkan bahwa kita semua wajib taat kepada Rasul Allah. Namun, kebanyakan orang beranggapan bahwa percaya atau beriman kepada kitab hadis adalah sebagai implementasi perintah taat kepada rasul. Di sinilah persoalannya.


Dalam kitab hadis memang diceritakan tentang perkataan dan perbuatan Nabi. Kalau kita membacanya, kita merasa seolah-olah yang berkata-kata atau yang berbuat dalam kitab itu adalah seperti Nabi yang sebenarnya. Banyak orang lupa bahwa semua isi kitab hadis ditentukan oleh penulisnya. Banyak yang lupa bahwa untuk meyakini kebenaran kitab hadis kita harus percaya kepada penulisnya. Adakah perintah Allah yang mengatakan bahwa kita harus percaya kepada penulis kitab hadis? Tidak ada! Yang ada adalah perintah untuk beriman kepada Rasul Allah (64:8). Taat kepada Rasul Allah berarti kita beriman kepada Rasul Allah. Oleh karena penulis kitab hadis adalah bukan Rasul Allah, kita tidak boleh percaya kepada penulis kitab hadis dan kitab yang ditulisnya.


64:8. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (Al-Qur’an) yang telah Kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.


Nabi Muhammad tidak tahu-menahu tentang penulisan kitab hadis tersebut. Nabi juga tidak pernah membaca atau meng-edit kitab hadis. Semua isi kitab hadis bukan tanggungjawab Nabi Muhammad. Oleh karena itu, kita tidak boleh mempercayai kitab hadis.


Ayat 4:80 tidak dapat digunakan sebagai dasar penggunaan kitab hadis. Justru, ayat 4:80 merupakan dasar untuk melarang penggunaan kitab hadis karena kita hanya diperintahkan agar taat kepada Rasul Allah, bukan taat kepada penulis kitab hadis. Yang terjadi sekarang ini adalah bahwa banyak orang merasa taat kepada Rasul tetapi yang terjadi sesungguhnya adalah taat kepada penulis kitab hadis.


Selain itu, dalam 4:80 juga disebutkan bahwa taat kepada Rasul Allah pada dasarnya sama dengan taat kepada Allah. Artinya, ajaran Allah dan ajaran Rasul-Nya adalah sama persis yaitu berupa wahyu Allah yang ada dalam Al Qur’an. Ini menegaskan bahwa Rasul Allah tidak membuat ajaran agama sendiri. Jadi, ketaatan kepada Allah diimplementasikan dengan menjalankan ajaran Allah dalam Al Qur’an. Demikian juga, ketaatan kepada Nabi Muhammad diimplementasikan dengan menjalankan ajaran Allah dalam Al Qur’an.


Pengutipan Ayat Yang Tidak Lengkap

Ada kutipan ayat Al Qur’an yang dikutip secara tidak utuh dan dijadikan sebagai dalil penggunaan kitab hadis oleh sekelompok orang. Kutipan secara tidak lengkap yang dimaksud adalah kutipan ayat 59:7 yaitu :


Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.


Berdasarkan kutipan tidak lengkap inilah mereka beranggapan bahwa semua yang diberikan diartikan sebagai semua hal yang diberikan Nabi sedangkan yang dilarangnya diartikan sebagai semua hal yang dilarang Nabi.


Padahal, ayat 59:7 yang utuh menerangkan tentang pembagian harta rampasan.


59:7. Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.


Seharusnya, Apa yang diberikan Rasul kepadamu diartikan sebagai harta rampasan yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Di sisi lain, Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah seharusnya diartikan sebagai Dan harta rampasan yang Rasul melarang mengambilnya, maka tinggalkanlah. Jadi, pengutipan ayat 59:7 secara tidak lengkap tersebut telah membelokkan arti yang sebenarnya. Oleh karena itu, ayat 59:7 bukan pendukung penggunaan kitab hadis sebagai pedoman kedua dalam beragama islam.


Seharusnya pengutipan ayat Al Qur’an dilakukan secara lengkap agar penafsirannya menjadi benar. Dan perlu diingat bahwa pengutipan secara tidak lengkap dengan maksud untuk menyembunyikan keterangan-keterangan dan petunjuk dalam Al Kitab adalah dosa dan pelakunya dila’nati Allah dan semua yang dapat mela’nati (2:159).


2:159. Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati,


Keteladanan

Keteladanan Nabi Muhammad disebutkan dalam 33:21.


33:21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.


Keteladanan dalam ayat tersebut tidak boleh diartikan bahwa Allah memberikan ajaran atau petunjuk kepada manusia dengan metode keteladanan. Kita tidak boleh beranggapan bahwa semua perbuatan dan perkataan Nabi adalah ajaran Allah. Jika benar demikian, Nabi tentu tidak pernah berbuat kesalahan. Akan tetapi, Nabi adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan termasuk dalam hal agama. Dalam Al Qur’an, Nabi pernah ditegur Allah karena melakukan kesalahan dalam beragama sebanyak dua kali. Kesalahan pertama adalah ketika mengharamkan yang halal (66:1).


66:1. Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.


Kesalahan kedua adalah ketika mengabaikan orang buta yang ingin membersihkan dirinya dan mendapatkan pengajaran dari Nabi (80:1 sampai 80:11).


80:1. Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,


80:2. karena telah datang seorang buta kepadanya


80:3. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),


80:4. atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?


80:5. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup


80:6. maka kamu melayaninya.


80:7. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).


80:8. Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),


80:9. sedang ia takut kepada (Allah),


80:10. maka kamu mengabaikannya.


80:11. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan,


Nabi juga pernah bertaubat atas dosa yang telah dilakukan dan Allah menerima taubat Nabi tersebut (9:117).


9:117. Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka,


Kata teladan (contoh) dalam ayat tadi bermakna bahwa Allah memerintahkan kita untuk mencontoh Nabi sebagai manusia yang taat dalam mengamalkan ajaran Allah. Semua ajaran Allah tertulis dalam Al Qur’an. Nabi Muhammad dan umatnya mempunyai pedoman yang sama untuk diamalkan yaitu Al Qur’an. Keteladanan yang dimaksud adalah dalam hal sikap untuk selalu mengamalkan ajaran Allah dalam kehidupan. Nabi Muhammad merupakan manusia yang wajib dicontoh dalam pengamalan ajaran Allah dalam Al Qur’an.


Semasa Nabi masih hidup, orang di sekitar Nabi dapat berinteraksi dengan Nabi secara langsung sehingga mereka dapat mencontoh perilaku Nabi. Pada saat itu Al Qur’an masih dalam proses penurunan sehingga dalam mempelajari Al Qur’an orang masih sangat tergantung pada Nabi Muhammad. Oleh karena itu, keteladanan Nabi pada saat itu sangat dibutuhkan.


Untuk kondisi sekarang, kita dapat mencontoh Nabi dengan cara mengamalkan ajaran Allah dalam Al Qur’an. Semua yang dilakukan Nabi berpedoman pada Al Qur’an sehingga kalau kita mengamalkan Al Qur’an, kita dapat menjadi orang yang berperilaku seperti Nabi dahulu. Pengamalan ajaran Allah dalam Al Qur’an adalah bentuk nyata orang sekarang dalam meneladani Nabi Muhammad. Jadi, ayat 33:21 bukan pendukung penggunaan kitab hadis.


Selain itu, makna teladan tersebut adalah bahwa Nabi Muhammad pasti dapat ditiru perbuatannya. Yang bisa dilakukan Nabi, pasti bisa dilakukan manusia lainnya. Tidak mungkin Allah menunjuk teladan yang tidak bisa ditiru oleh manusia lainnya. Tambahan, ayat 33:21 juga menegaskan bahwa kita memang harus beriman pada Al Qur’an saja seperti yang dilakukan Nabi Muhammad sebagai manusia teladan bagi kita.


Wahyu Allah

Ada sekelompok orang yang beranggapan bahwa semua kata-kata yang keluar dari mulut Nabi Muhammad adalah wahyu dari Allah. Landasasannya adalah ayat 53:3 dan 53:4.


53:3. dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.


53:4. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).


Atas dasar itu mereka beranggapan bahwa perkataan Nabi yang tertulis dalam kitab hadis adalah merupakan wahyu Allah. Kata Al Qur’an dalam tanda kurung dalam terjemahan di atas memang hanyalah interpretasi penerjemah. Apabila Al Qur’an kita hilangkan, interpretasinya tampak seperti membenarkan anggapan tersebut. Coba kita perhatikan terjemahan ayat itu setelah Al Qur’an dihilangkan.


53:3. dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.


53:4. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).


Akan tetapi perlu diingat bahwa yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad adalah Al Qur’an (42:7). Tidak ada wahyu Allah yang diterima Nabi yang tidak ditulis dalam Al Qur’an.


42:7. Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al Quran dalam bahasa Arab, supaya kamu memberi peringatan kepada ummul Qura (penduduk Mekah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya serta memberi peringatan (pula) tentang hari berkumpul (kiamat) yang tidak ada keraguan padanya. Segolongan masuk surga, dan segolongan masuk Jahannam.


Nabi pasti menyampaikan semua wahyu yang diterimanya kepada seluruh manusia. Nabi Muhammad mengetahui bahwa orang yang meyembunyikan wahyu dari Allah akan mendapat la’nat Allah dan semua makhluk yang dapat melaknatinya (2:159).


2:159. Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati,


Orang yang beranggapan bahwa ada wahyu Allah yang tidak ditulis dalam Al Qur’an secara tidak langsung telah menuduh Nabi Muhammad telah menyembunyikan wahyu Allah yang diterimanya. Orang itu juga secara tidak langsung telah menilai Nabi Muhammad tidak bisa menjalankan tugas sebagai Rasul Allah karena ada wahyu yang tidak ditulis dalam Al Qur’an.


Jelaslah bahwa ucapan Nabi dalam 53:3 dan 53:4 adalah wahyu berupa ayat-ayat Al Qur’an yang diterimanya. Jadi, ayat 53:3 dan 53:4 bukan merupakan pendukung penggunaan kitab hadis.


Al Hikmah dan As sunnah

As sunnah adalah semua informasi tentang Nabi Muhammad yang mencakup perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti, dan perjalanan hidup selama hidupnya. Di sisi lain, hadis adalah informasi tentang Nabi Muhammad yang mencakup perkataan, perbuatan, dan taqrir. Yang disebut dalam hadis pasti merupakan as sunnah sedangkan yang disebut dalam as sunnah belum tentu hadis. Pengertian as sunnah dan hadis tersebut diambil dari makalah dalam http://mediabilhikmah.multiply.com/journal/item/20.


Dalam Al Qur’an, kata as sunnah muncul dalam Al Qur’an terjemahan versi Depag. RI. Contoh ayat terjemahan yang menyebutkan as sunnah yaitu 2:129.


2:129. Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.


Penyebutan as sunnah dalam kurung di situ adalah hasil penafsiran penerjemah. Penerjemah tampaknya dipengaruhi oleh paham tertentu sehingga menambahkan as sunnah dalam kurung tersebut ke Al Qur’an terjemahan. Ayat-ayat lain yang diterjemahkan sedemikian rupa sehingga paham penggunaan as sunnah sebagai pedoman dapat tertampung dalam Al Qur’an terjemahan adalah 33:34; 2:231; 2:269; 62:2; dan 3:164.


Pertanyaan yang dapat kita ajukan adalah : ”Benarkah yang dimaksud hikmah oleh Allah dalam Al Qur’an adalah as sunnah?” Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu membahas lebih dahulu tentang pengertian hikmah menurut Al Qur’an. Ayat-ayat yang menjelaskan arti hikmah adalah 10:1; 36:2; 43:4; dan 3:58 berikut ini.


10:1. Alif laam raa. Inilah ayat-ayat Al Quran yang mengandung hikmah.


36:2. Demi Al Quran yang penuh hikmah,


43:4. Dan sesungguhnya Al Quran itu dalam induk Al Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah.


3:58. Demikianlah (kisah 'Isa), Kami membacakannya kepada kamu sebagian dari bukti-bukti (kerasulannya) dan (membacakan) Al Quran yang penuh hikmah.


Berdasarkan ayat-ayat di atas, Al Qur’an mengandung banyak hikmah. Dengan kata lain, hikmah adalah isi Al Qur’an. Al Qur’an dapat dipandang sebagai kitab tetapi dapat dipandang sebagai hikmah. Sebagai kitab, Al Qur’an adalah tulisan-tulisan sebagai perwujudan wahyu Allah yang dapat dibaca dan didengarkan jika dibaca dengan suara. Sebagai hikmah, Al Qur’an adalah ajaran-ajaran Allah yang dapat dipikirkan dengan akal dan dirasakan dengan hati.


Apakah benar bahwa hikmah yang dimaksud adalah ajaran Allah? Jawabannya ada pada surat 17. Ayat 17:39 menerangkan bahwa Allah telah menunjukkan sebagian hikmah dalam Al Qur’an.


17:39. Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu. Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah).


Seperti apakah sebagian hikmah yang dimaksud? Jawabannya dijumpai dalam surat 17 sebelum ayat 17:39. Beberapa ayat yang berisi contoh sebagian hikmah secara berturut-turut adalah 17:34; 17:35;17:36:17:37; dan 17:38.


17:34. Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.


17:35. Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.


17:36. Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.


17:37. Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.


17:38. Semua itu kejahatannya amat dibenci di sisi Tuhanmu.


Dari surat 17:34 sampai 17:38 dapat kita ketahui bahwa semua ayat tersebut berisi ajaran Allah yaitu perintah dan larangan Allah. Dan Allah menegaskan bahwa semua itu hanyalah sebagian hikmah dari wahyu yang diterima Nabi atau sebagian dari Al Qur’an. Jadi, hikmah yang dimaksudkan dalam Al Qur’an adalah ajaran-ajaran Allah.


Bukti lain yang menguatkan bahwa hikmah adalah ajaran Allah adalah ayat 54:4 dan 54:5 berikut ini.


54:4. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka beberapa kisah yang di dalamnya terdapat cegahan (dari kekafiran).


54:5. Itulah suatu hikmah yang sempurna maka peringatan-peringatan itu tidak berguna (bagi mereka).


Dalam ayat 54:4 dan 54:5 tampak bahwa kisah-kisah yang terdahulu merupakan suatu hikmah atau ajaran-ajaran Allah yang dapat mencegah manusia dari kekafiran.


Dapat disimpulkan di sini bahwa hikmah adalah ajaran-ajaran Allah yang ada dalam Al Qur’an. Dengan demikian, Nabi diberi kitab berupa Al Qur’an yang bentuk nyatanya adalah tulisan-tulisan dan diberi hikmah yang bentuk nyatanya adalah ajaran-ajaran Allah.


Namun, pengertian hikmah tersebut telah disalahartikan menjadi sama dengan sunnah Nabi atau as sunnah. Penyalahartian ini juga terlihat pada kata-kata dalam kurung berbunyi ”(sunnah nabimu”) dalam ayat 33:34 menurut Al Qur’an terjemahan versi Departemen Agama RI.


33:34. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.


Padahal, jika ayat 33:34 dibaca dengan pikiran yang jernih dan netral, pengertiannya sangat jelas. Yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah adalah tulisan ayat dalam Al Qur’an karena yang dibacakan pasti berbentuk tulisan atau kitab. Hikmah adalah isi ajaran-ajaran Allah yang terkandung di dalamnya.


Oleh karena itu, penerjemahan Al Qur’an yang menyamakan Al Hikmah sama dengan as sunnah adalah keliru. Jadi, penggunaan as sunnah sebagai pedoman dalam islam tidak didukung oleh ayat-ayat Al Qur’an.


Yang Menjelaskan

Ternyata, banyak cara yang dibuat oleh orang-orang untuk membenarkan tindakan menggunakan kitab hadis. Mereka berargumen bahwa Nabi Muhammad diberi tugas untuk menjelaskan Al Qur’an. Argumen mereka berdasarkan pada ayat-ayat Al Qur’an terjemahan berikut ini (15:89; 46:9; dan 67:26).


15:89. Dan katakanlah: "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan."


46:9. Katakanlah: "Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan."


67:26. Katakanlah: "Sesungguhnya ilmu (tentang hari kiamat itu) hanya pada sisi Allah. Dan sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan."


Ayat-ayat terjemahan tersebut menumbuhkan kesan bahwa Nabi Muhammad seolah-olah adalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan sesuatu. Oleh sejumlah orang, sesuatu yang dimaksud adalah Al Qur’an dan yang dianggap sebagai penjelasannya adalah hadis. Atas dasar pemikiran seperti tersebut, mereka mengatakan bahwa penggunaan kitab hadis sebagai pedoman dalam islam didukung oleh ayat-ayat Al Qur’an.


Benarkah anggapan mereka tersebut? Untuk menjawabnya, penulis akan membandingkannya dengan Al Qur’an terjemahan bahasa Inggris per kata versi Dr. Shehnaz Shaikh dan Ms. Kausar Khatri. Berikut ini adalah terjemahan ayat-ayat tersebut.


15:89. And say, “Indeed, I am a clear warner.”


46:9. Say, “I am not the first of the Messengers nor do I know what will be done with me or with you. I only follow that which is revealed to me, and I am not but a clear warner.”


67:26. Say, “The knowledge is only with Allah, and I am only a clear warner.”


Dalam terjemahan versi bahasa Inggris tersebut, Nabi Muhammad adalah seorang pemberi peringatan yang jelas (a clear warner). Yang jelas di sini berarti yang nyata atau yang tidak perlu diragukan lagi. Jadi, Nabi Muhammad bukan pemberi peringatan yang menjelaskan melainkan pemberi peringatan yang jelas. Dengan demikian, terjemahan versi Dep. Agama RI adalah keliru sehingga tidak dapat dijadikan dasar penggunaan kitab hadis.


Hukum Rasul

Dalam terjemahan 4:61 versi Dep. Agama RI terdapat istilah hukum rasul. Istilah terebut perlu dicek kebenarannya karena istilah ini berimplikasi bahwa Rasul Allah diberi wewenang untuk membuat hukum dalam islam. Selanjutnya, orang akan menganggap bahwa hukum rasul yang dimaksud adalah berupa kitab hadis.


4:61. Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.


Untuk mengecek kebenaran terjemahan di atas, Al Qur’an terjemahan bahasa Inggris per kata versi Dr. Shehnaz Shaikh dan Ms. Kausar Khatri digunakan. Hasilnya adalah sbb.


4:61. And when it is said to them, “Come to what Allah has revealed and to the Messenger,” you see the hypocrites turning away from you in aversion. (Dan ketika dikatakan kepada mereka, “Mendekatlah ke yang Allah telah wahyukan dan ke Rasul Allah,” kamu lihat orang-orang munafik menghindar dari kamu dalam keengganan.)


Terjemahan di atas menerangkan bahwa orang-orang munafik diminta untuk mendekat ke wahyu Allah dan mendekat ke Rasul Allah tetapi orang-orang munafik tersebut tidak bersedia dengan cara menghindari Rasul Allah dengan perasaan tidak suka. Terjemahan versi bahasa Inggris tersebut menunjukkan bahwa tidak ada istilah hukum rasul. Jadi, ayat 4:61 tidak dapat dijadikan dalil penggunaan kitab hadis.


PESAING AL QUR’AN

Mungkin banyak yang tidak menyadari bahwa Al Qur’an mempunyai pesaing. Pesaing utamanya adalah kitab hadis. Gara-gara kitab hadis, waktu yang seharusnya disisihkan untuk mengaji Al Qur’an menjadi berkurang. Selain itu, orang akan beranggapan bahwa mempelajari kitab hadis sama dengan mempelajari Al Qur’an. Tidak sedikit ceramah agama islam yang lebih banyak mengutip isi kitab hadis dibanding Al Qur’an. Bahkan, ada sejumlah orang yang lebih percaya pada kitab hadis daripada Al Qur’an. Contohnya, mereka percaya pada hadis yang mengatakan bahwa bacaan basmalah dalam Al Fatihah bukan bagian dari Al Qur’an meskipun tertulis dengan jelas bahwa bacaan basmalah merupakan ayat pertama Al Fatihah. Secara tidak langsung, penulis hadis telah dijadikan pesaing Nabi Muhammad.


Pesaing kedua adalah para ahli agama yang cenderung tidak mendorong masyarakat untuk mengaji Al Qur’an yang sudah diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Seolah-olah mereka mengatakan bahwa masyarakat cukup bertanya atau belajar kepada mereka dan tidak perlu membaca Al Qur’an sendiri. Seolah-olah mereka mengatakan bahwa Al Qur’an bukan bacaan sembarang orang sehingga hanya mereka saja yang dapat menguasai Al Qur’an. Seolah-olah mereka mengatakan bahwa bertanya kepada mereka sama saja dengan membaca Al Qur’an. Bahkan, kadang-kadang ada yang mengeluarkan fatwa yang hanya menjadi wewenang Allah. Kesan yang timbul dari penampilan, sikap, dan cara menjawab adalah bahwa mereka seolah-olah dapat dijadikan pengganti Al Qur’an. Mengapa masyarakat tidak didorong untuk membaca Al Qur’an sendiri? Bukankah Allah telah memerintahkan untuk membaca sejak ayat pertama diturunkan (96:1)?


96:1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,


Di samping itu, kita semua sudah mengetahui bahwa Allah tidak berkenan jika disekutukan. Apakah orang tidak takut apabila Allah marah karena Al Qur’an telah disaingi? Yang jelas, Allah tidak berkenan jika Al Qur’an dianggap remeh (56:81).


56:81. Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al-Quran ini?


PENUTUP

Al Qur’an adalah satu-satunya pedoman dalam agama yang dibawa Nabi Muhammad. Masyarakat yang ingin mengetahui atau mempelajari islam harus mempelajari satu kitab saja, yaitu Al Qur’an.